Rabu, 21 Maret 2012

LIL

LIMA IMUNISASI DASAR  LENGKAP  ( LIL )
Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) adalah program yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan bayi di Indonesia. Imunisasi ini diberikan mulai dari bayi baru lahir (hepatitis B) sampai berumur 9 bulan (campak). LIL ini sendiri terdiri dari imunisasi HBV, BCG, DPT, Polio dan Campak.
A.    IMUNISASI BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi:
1.    Reaksi lokal
1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
2.    Reaksi regional
pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1.    Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
2.    Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

B.    IMUNISASI HBV

Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap Hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (Hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil. Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
IMUNISASI DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
1.    demam tinggi (lebih dari 40,5o Celsius)
2.     kejang
3.    kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
4.    syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
IMUNISASI DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL.
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
IMUNISASI CAMPAK
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
1.    infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38o Celsius
2.    gangguan sistem kekebalan
3.    pemakaian obat imunosupresan
4.    alergi terhadap protein telur
5.    hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
6.    wanita hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).

IMUNISASI POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
1.    IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
2.    OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
1.    Diare berat,
2.    Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid), dan
3.    Kehamilan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang tertingiu. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.


MDG's

MDG’S ( MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS )
Pada Bulan September 2000, Pemerintah Indonesia dan 188 Negara menandatangani Deklarasi Millenium Persatuan Bangsa Bangsa.
Tujuan deklarasi ini adalah
1.    untuk mengentaskan kemiskinan
2.    memperbaiki kualitas kesehatan dan pendidikan
3.    meningkatkan perdamaian dan hak asasi manusia
4.    kesetaraan gender
5.    kesinambungan lingkungan hidup
MDGs muncul dari deklarasi tersebut, meletakkan secara spesifik target terukur yang harus dicapai oleh masyarakat global di tahun 2015.

Saat ini MDG telah menjadi salah satu acuan penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hingga tahap pelaksanaannya.
DELAPAN TUJUAN MDGs (Millenium Development Goals)
1.    Goal  1 Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2.    Goal  2 Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3.    Goal  3 Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4.    Goal  4 Menurunkan kematian anak
5.    Goal  5 Meningkatkan kesehatan ibu
6.    Goal  6 Mengendalikan HIV dan AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya (TB)
7.    Goal  7 Menjamin kelestarian lingkungan hidup
8.    Goal  8 Mengembangkan kemitraan pembangunan di tingkat global

NO     TUJUAN / GOAL    TARGET
1    Tujuan 1: 
Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan    Target 1    :  Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah USD 1/hari menjadi setengahnya antara 1990-2015 
Target 2    :  Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelapa-ran menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015
2    Tujuan 2 : 
Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua    Target       :  Menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (primary schooling)
3    Tujuan 3 : 
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan    Target 4    :  Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendi-dikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
4    Tujuan 4 : 
Menurunkan Angka Kematian Anak    Target 5    :  Menurunkan angka kematian Balita sebesar dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015
5    Tujuan 5 : 
Meningkatkan Kesehatan Ibu    Target 6    :  Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990-2015 sebesar tiga-perempatnya
6    Tujuan 6 :
Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya    Target 7    :  Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun2015 
Target 8    :  Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015
7    Tujuan 7 :
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup    Target       :  Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanju-tan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang 
Target 10  :  Penurunan sebesar separu, proposisi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minimum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015
Tahap 11  :  Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020

Jampersal

JAMPERSAL
A.    LATAR BELAKANG
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi baru lahir /neonatal (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23.
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetris 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001).
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Dengan demikian dalam penyelenggaran Jaminan Persalinan semua atribut program seperti Buku KIA, partograf dan kohort menjadi kewajiban untuk dilaksanakan meskipun harus dibedakan dengan syarat kelengkapan lain. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan anak dan mempercepat pencapaian MDGs telah ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya ditanggung oleh Pemerintah melalui Program Jaminan Persalinan (jampersal).
B.    PENGERTIAN
Sebagaimana diketahui, dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan jampersal atau Jaminan Persalinan.
Jaminan persalinan merupakan salah satu program pemerintah untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Kematian ibu dan bayi seringkali disebabkan oleh perdarahan, eklamsia (kejang karena tingginya tekanan darah), infeksi, dan komplikasi selama persalinan dan pada saat nifas. Kematian ibu juga diakibatkan oleh beberapa faktor resiko keterlambatan (tiga terlambat), diantaranya :
a.    Terlambat dalam mengenali tanda bahaya dalam kehamilan
b.    Terlambat saat mengunjungi fasilitas kesehatan pada keadaan emergensi
c.    Terlambat dalam memperoleh pelayanan keadaan emergensi
Dari keterlambatan yang ada salah satu pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan.
Jaminan persalinan ini diharapkan mampu menghilangkan hambatan finansial bagi seluruh ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan hanya dengan memenuhi persyaratan berupa buku pemeriksaan kehamilan (Buku KIA berwarna Pink) serta fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya). Program Jampersal menjamin pembebasan biaya pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian Jampersal diharapkan dapat mengurangi terjadinya tiga keterlambatan yang nantinya menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta mencapai tujuan Millenium Development Goals 4 dan 5.
Dalam penerapan program jampersal ini pemerintah menjalin kerjasama dengan puskesmas dan puskesmas PONED serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes,serta instansi kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota untuk memberikan pelayanan tingkat pertama. Sedangkan untuk kasus-kasus yang memerlukan rawatan lanjutan akan diberikan fasilitas perawatan kelas III di RS Pemerintah dan Swasta yang memilik Perjanjian Kerja sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Oleh karena itu Program Jampersal ini diharapkan diketahui oleh masyarakat umum sehingga pemanfaatannya dapat berlangsung secara maksimal.
Namun demikian tidak semua instansi kesehatan baik pemerintah maupun swasta menerapkan kebijakan program Jampersal. Atau ada beberapa instansi atau fasilitas kesehatan yang membebaskan biaya pemeriksaan kehamilan, persalinan, penanganan kegawatdaruratan serta perawatan paska persalinan namun masih menarik biaya pengobatan, pemakaian kamar pasien, serta biaya administrasi lainnya. Oleh karena itu masyarakat harus jeli dalam menyikapi program jampersal ini.
Beritahukan program Jampersal kepada saudara, tetangga, ataupun wanita hamil yang anda kenal untuk membantu menyukseskan program Jampersal ini. Walau demikian jangan lupa untuk segera mencari informasi mendalam terkait dengan instansi kesehatan mana sajakah yang menjalin perjanjian kerja sama dalam pelayanan jampersal serta persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi peserta program jampersal karena terkadang meskipun dalam petunjuk teknis Jampersal seorang ibu hamil dapat menjadi peserta jampersal hanya dengan melampirkan fotokopi KTP dan buku pemeriksaan kehamilan (Buku KIA pink) namun ada beberapa instansi kesehatan yang menerapkan aturan tambahan bagi mereka yang ingin mengikuti program jampersal

C.    TUJUAN
Pengaturan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pihak terkait yang menyelenggarakan Jaminan Persalinan dalam rangka:
a.    Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten;
b.    Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir, Keluarga Berencana pasca persalinan dan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
c.    Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel
D.    SASARAN
Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah:
1.    Ibu hamil
2.    Ibu bersalin
3.    Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
4.    Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Sasaran yang dimaksud tersebut adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan. Agar pemahaman menjadi lebih jelas, batas waktu sampai dengan 28 hari pada bayi dan sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas waktu pelayanan post-natal care (PNC) dan tidak dimaksudkan sebagai batas waktu pemberian pelayanan yang tidak terkait langsung dengan proses persalinan dan atau pencegahan kematian ibu dan bayi karena suatu proses persalinan.

E.    RUANG LINGKUP PELAYANAN JAMINAN PERSALINAN
Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan terdiri dari :
1.    Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar /PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Pos Bersalin Desa /Polindes dan Pos Kesehatan Desa /Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
a)    Pelayanan ante-natal care /ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
b)    Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
c)    Pertolongan persalinan normal
d)    Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
e)    Pelayanan Nifas (post-natal care /PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali
f)    Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya.
g)    Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya
2.    Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan diberikan di poliklinik spesialis Rumah Sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
a)    Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)
b)    Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
c)    Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.
d)    Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
e)    Penatalaksanaan KB pasca salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.
3.    Pelayanan Persiapan Rujukan
Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan terjadinya kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.    Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena:
•    keterbatasan SDM
•    keterbatasan peralatan dan obat-obatan
b.    Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
c.    Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan
Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1)    Stabilisasi keadaan umum:
a.    Tekanan darah stabil/ terkendali,
b.    Nadi teraba
c.    Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar
d.    Terpasang infus
e.    Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali
2)    Perdarahan terkendali:
a.    Tidak terdapat perdarahan aktif, atau
b.    Perdarahan terkendali
c.    Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit
3)    Tersedia kelengkapan ambulansi pasien:
a.    Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan
b.    Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4- 6 jam) atau sesuai kondisi pasien
c.    Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.

F.    PENUTUP
Kebijakan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan maksud untuk mempermudah akses ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC dan pertolongan persalinan yang higienis oleh tenaga kesehatan yang terlatih baik persalinan normal maupun dengan penyulit. Hal ini dilakukan untuk mengatasi hambatan biaya persalinan yang sering rmenjadi masalah pada kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Jaminan persalinan sesungguhnya merupakan perluasan kepesertaan dan manfaat Jamkesmas kepada ibu hamil, bersalin dan ibu dalam masa nifas yang belum mempunyai jaminan persalinan. (MS)



Selasa, 20 Maret 2012

imunisasi

ASUHAN NEONATUS
IMUNISASI

Disusun oleh:
Suratmi        ( D201001094 )

AKBID GRAHA MANDIRI CILACAP
SEPTEMBER 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Anak yang sehat merupakan impian setiap orang tua, namun untuk mewujudkan anak yang sehat diperlukan berbagai usaha dan perhatian dari orang tua. Apalagi dewasa ini angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita cukup tinggi (Widjaja, 2002). Hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Padahal penyakit ini sebagian dapat dicegah dengan pemberian kekebalan terhadap bayi dan balita melalui imunisasi.
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit-penyakit tertentu ( Soekidjo Notoatmojo, 1997 ). Imunisasi adalah suatu prosedur rutin yang akan menjaga kesehatan anak.  Kebanyakan dari imunisasi ini adalah untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap  penyakit-penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak
Memberikan suntikan imunisasi pada bayi anda tepat pada waktunya adalah faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi . Yakinlah bahwa dengan membawa bayi untuk melakukan imunisasi adalah salah satu yang terpenting dari bagian tanggung jawab sorang tua.  Imunisasi (atau “vaksinasi”) diberikan mulai dari lahir sampai awal masa kanak-kanak.  Imunisasi biasanya diberikan selama waktu pemeriksaan rutin ke dokter atau klinik.
Imunisasi dapat diperoleh di rumah sakit, puskesmas , bkia / rumah bersalin, pos yandu, praktek dokter swasta (terutama dokter specialis anak). Peran perawat dimasyarakat untuk mempromosikan program imunisasi ini dengan harapan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat umumnya dan bayi/ balita khususnya.


BAB II
KAJIAN TEORI
IMUNISASI

A.    PENGERTIAN
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001).
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.  Kuman termasuk antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya,  perlu dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Gordon, 2001).
Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian  sebagai tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari  penyakit-penyakit menular dan berbahaya  bagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar, 2002).

B.    TUJUAN IMUNISASI
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imuniasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak.
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah.

C.    JENIS IMUNITAS
Ada 2 jenis klasifikasi imunitas, yaitu :
1.    Kekebalan aktif
Kekebalan aktif adalah keekbalan yang di buat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu panyakit tertentu dimdnd prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekabalan aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus “ system imunitas” yang menghasilkan antibody dan kekebalan seluler dan bertahan lebih lama disbanding kekebalan pasif. (Depkes, 2000).
Kekebalan aktif ada 2 macam:
a)    Naturally Acquired (kekebalan yang di dapat secara alami)
Misalnya pada terkena difteri /poliomyelitis dengan proses anak terkena infeksi kemudian terjadi silent abortive, sembuh selanjutnya kebal terhadap penyakit tersebut. Hal ini karena paparan penyakit terhadapsistem kekebalan (sel limfosit) tersebut akan beredar dalam darah darah dan apabila suatu ketika terpapar lagi dengan antigen yang sam, sel limfosit akan memeproduksi antibody untuk mengenbalikan kekuatan imunitas terhadap penyakit tersebut.
b)    Kekebalan aktif buatan
Merupakan keekbalan yang di buat tubuh setelah pemberian vaksin. Dikenal dengan imunisasi dasar dan booster. Misalnya pemberian vaksin (cacar dan polio) yang kumannya masih hidup, tetapi sudah dilemahkan (virus, kolera, tipus, pertusis, toksoid (toksis).
2.    Kekebalan pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian suntikan atau antibody/immunoglobulin kepada resipien, dimaksudkan untuk pengobatan atau pencegahan terhadap infeksi. Transfer imunitas memberikan proteksi segera terhadap pathogen, akan tetapi bersifat sementara selama antibody masih aktif di dalam tubuh resipien. Pada bayi baru lahir imunitas didapat dari transfer transplasental immunoglobulin B dari ibu. Kadar tergantung umur kehamilan dan spesifik terhadap infeksi lokal.
a)    Kekebalan pasif yang diturunkan (Congenital immunity)
Yaitu kekebalan pada bayi , karena mendapatkan zat anti yang diturunkan dari ibunya, ketika ia masih berada di dalam kandungan. Antibodi dari darah ibu, melalui placenta, masuk kedalam darah si ibu.
Macam dan jumlah zat anti yang didapatkannya tergantung pada macam dan jumlah zat anti yang dimiliki ibunya.
Macam kekebalan yang diturunkan antara lain: terhadap tetanus, diptheri, pertussis, typhus.
Kekebalan ini biasanya berlangsung sampai umur 3-5 bulan, karena zat anti ini makin lama makin berkurang, sedang ia sendiri tidak membuatnya.
b)    Kekebalan pasif yang disengaja (Artificially induced passive immunity)
Yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang karena orang itu diberi zat anti dari luar. Pemberian zat anti dapat berupa pengobatan (therapeutika) maupun sebagai usaha pencegahan (propilactic).
Misalnya: seorang yang luka karena menginjak paku, karena ia takut menderita tetanus ia disuntik ATS (Anti Tetanus Serum), sebagai usaha pencegahan
Indikasi imunisasi pasif secara umum
Defisiensi sintesis antibody akibat defek B-limfosit bawaan maupun didapat. Rentan terhadap suatu penyakit terpapar atau kemungkinan terpapar ( missal anak dengan leukemia terpapar varisela atau campak) atau tidak cukup waktu untuk memperoleh proteksi dengan vaksinasi (keadaan terpapar campak, rabies, hepatitis B)
Sebagai pengobatan membantu menekan dampak toksin (missal keracunan atau luka bakar, difteria, tetanus) atau menekan proses inflamasi yang terjadi (Penyakit kawasaki)
Beberapa prinsip dasar penggunaan imunisasi pasif
Kemampuan antibody untuk segara bereaksi, secara umum efikasi tergantung lamanya terpapar atau diberikan sebagai profilaksis.
Faktor yang mempengaruhi metabolisme antibody/waktu paruh yang terbatas. Variasi efektivitas berbagai jenis gama globulin.
Pengaruh supresi respons imu, pemberian antibody spesifik akan menghambat terbentuknys sntibodi. Pilihan penggunaan dipengaruhi aleh jenis yang tersedia, jenis antibodi yang diinginkan, cara pemberian, dan waktu pemberian.

D.    RESPON IMUN
1.    Primer
Adalah respon imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen. Antibody yang terbentuk dari respon imun primer kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah di banding dengan respon imun sekunder, demikian pula afinitasnya.
2.    Sekunder
Antubody yang terbentuk terutama adalah IgG dengsn titer dan afinitas lebih tinggi dari pada respon imun primer karena sel memori yang terbentuk pada respon imun primer akan cepat mengalami transformasi blast, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibody. Respon imun sekunder diterapkan dengan memberikan vakasin berulang.

E.    KEBERHASILAN IMUNISASI
Tergantung dari:
1.    Status imun penjamu
Kekebalan vaksinasi memerlukan maturasi imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag masih kurang, fungsi sel T (T Supresor) relative lebih menonjol dibandingkan dengan bayi atau anak karena fungsi imun masa intra uterin lebih di tekankan pada toleransi dan hal ini dapat terlihat pada saat bayi baru lahir. Pembentukan antibody spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang di bandingkan anak. Maka bila imunitas diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan jangan lupa memberikan imunisasai ulangan. Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun sekunder seperti penyakit keganasan. Demikian pula individu yang menderita penyakit sian gstemikseperti campak, tuberculosis akan mempengaruhi keberhasilan imunitas. Keadaan gizi buruk akan menurunkan fungsi sel system imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas seluler menurun dan imunitas humoral spesifitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau tinggi, immunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibody. Kadar komplemen juga berjurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respon terhadap vaksin atau toksoid berkurang.
2.    Genetik penjamu
Interaksi sel imun di pengaruhi oleh variabilitas genetic. Secara genetic respon imun manusia dapat dibagi atas respon baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu, maka tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksin yang tidak 100%.
3.    Kualitas dan Kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang di ubah sedemikian rupa sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenitas. Faktor kualitas dan kuantitas vaksin seperti pemberian, dosis, frekuensi pemberian dan jenis vaksin.

4.    Cara pemberian vaksin
Akan mempengaruhi respon yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.
5.    Dosis vaksin
Terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respon imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respon imun yang diharapkan, sedang dosis yang terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten.
6.    Frekuensi pemberian
Juga mempengaruhi respon imun yang terjadi. Sebagimana telah kita ketahui, respon imun sekunder menimbulksn sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi. Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibody spesifik yang masih tingggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibody spesifik yangi masih tinggi sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.
7.    Jenis vaksin
Vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baik dibandingkan vaksin mati atau yang inaktivasi (killer atau anactivatid) atau bagian (komponen) dari mikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori membutuhkan suatu sel yang terinfeksi, karena itu di butuhkan vaksin hidup.
F.    JENIS , CARA PEMBERIAN DAN TEMPAT IMUNISASI
1.    Imunisasi BCG
Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%, tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan ( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin.
Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan dosis 0,05 ml, sebelah kanan. Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).
Cara penyuntikan BCG
a.    Bersihkan lengan dengan kapas air
b.    Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang menghadap keatas.
c.    Suntikan 0,05 ml intra kutan
d.    merasakan tahan
e.    benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm
2.    Imunisasi Hepatitis B
•    Vaksin berisi HBsAg murni
•    Diberikan sedini mungkin setelah lahir
•    Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
•    Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C
•    Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + imunisasi Hepatitis B
•    Dosis kedua 1 bulan berikutnya
•    Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)
•    Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian
•    Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml
3.    Imunisasi Polio
•    Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah
•    Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
•    Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
•    Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
•    Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI
•    Anak diare akibat gangguan penyerapan vaksin.
•    Ada 2 jenis vaksin
a.    IPV salk
b.    OPV sabin  IgA lokal
•    Penyimpanan pada suhu 2-8°C
•    Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin
4.    Imunisasi DPT
Terdiri dari
•    Toxoid difteri (coryne bacterium diphteriae) yaitu racun yang dilemahkan
•    Bordittela pertusis yaitu bakteri yang dilemahkan
•    Toxoid tetanus (clontridium tetani) yaitu racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
•    Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya
•    Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.
•    Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.
•    Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.
•    Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal, peradangan dan nekrosis setempat.
5.    Imunisasi Campak
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan + kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.
•    Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
•    Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.
•    Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius
•    Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
•    Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
6.    Imunisasi MMR
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:
•    Measles strain moraten (campak)
•    Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)
•    Rubela strain RA (campak jerman)
•    Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun
•    Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.
7.    Imunisasi Typhus
Tersedia 2 jenis vaksin:
a.    Suntikan (typhim) ® >2 tahun
•    Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis     0,5 ml secara IM. Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
•    Disimpan pada suhu 2-8°C
•    Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B
•    Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi
b.    Oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis

G.    JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI
1.    Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005)
2.    Vaksinasi DPT
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005)
3.    Vaksinasi Polio
Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung viruis polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005)
4.     Vaksinasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005
H.    Manfaat  imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit, cacat dan kematian. Sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan  yang tinggi bila anak sakit. Di dunia selama tiga dekade  United Nations Childrens Funds (UNICEF)  telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak,  Pertusis,  Polio, Tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian anak yang menerima vaksin dengan yang tidak menerima vaksin kira-kira 1: 9 sampai 1: 4 (Nyarko et  al., 2001).
Di Amerika Imunisasi pada masa anak-anak  merupakan salah satu sukses terbesar dari sejarah kesehatan masyarakat Amerika  pada abad 20. Sejarah mencatat di Amerika Serikat  terdapat empat jenis imunisasi yang berhasil, seperti: Dipteri, Pertussis, Polio, dan Campak (Baker, 2000).

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Imunisasi itu sangat penting untuk mrngurangi mortalitas dan morbiditas pada anak.Imunisasi yang penting bagi anak itu ada 5 macam yaitu BCG, DPT1, DPT2, DPT3, Polio, dan campak. Masing-masing imunisasi itu berguna untuk mencegah penyakit dan menghindari infeksi pada anak.
Sebelum melakukan imunisasi diperlukan persiapan yang optimal baik persiapan alat maupun persiapan teknis terutama penyampaian pentingnya imunisasi pada masyarakat. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerja sama dari semua pihak.
Setiap pemberian imunisasi dapat dilakukan pada beberapa tempat, tergantung imunisasi yang diberikan. Misalnya polio melalui oral, DPT melalui suntikan paha, dan campak dan BCG di lengan (deltoideus).
Penyimpanan vaksin dapat dilakukan tanpa kulkas. Misalnya dengan cara menggabungkan vaksin dengan dua tipe gula sebelum perlahan-lahan dikeringkan dalam kertas filter. Hal ini akan mengawetkan vaksin sehingga bila sewaktu-waktu dibutuhkan dapat langsung diaktifkan. Gula yang dipakai adalah jenis sukrosa dan trehalose yang biasa digunakan dalam bahan pengawet.









P4K

PENKES P4K

Disusun oleh:
Suratmi ( D201001094 )


AKBID GRAHA MANDIRI CILACAP
OKTOBER 2011







BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Kondisi kesehatan ibu dan anak di Indonesia saat ini masih sangat penting untuk ditingkatkan serta mendapat perhatian khusus. Menurut data terakhir Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperkirakan sekitar 1 orang ibu meninggal setiap jam akibat kehamilan, bersalin dan nifas serta setiap hari 401 bayi meninggal. Hal ini secara keseluruhan disebabkan latar belakang dan penyebab kematian ibu dan anak yang kompleks, menyangkut aspek medis yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan. Sedangkan penyebab non medis merupakan penyebab mendasar seperti status perempuan, keberadaan anak, sosial budaya, pendidikan, ekonomi, geografis, transportasi dan sebagainya yang memerlukan keterlibatan lintas sektor dalam penanganannya.
Penyebab kematian ibu terbesar secara berurutan disebabkan terjadinya pendarahan, eklamsia, infeksi, persalinan lama dan keguguran. Kematian bayi sebagian besar disebabkan karena Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), kesulitan bernafas saat lahir dan infeksi. Lebih dari separuh (56 %) kematian bayi terjadi pada masa bayi baru lahir (0 – 28 hari). Sedangkan kematian bayi usia 1 – 12 bulan sebagian besar disebabkan karena Diare dan pneumonia.
Upaya penurunan kematian ibu dan bayi, dapat dilakukan dengan peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendekatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui Program, perencanaan, persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K).
B.    TUJUAN
Mengetahui gambaran tentang pelaksanaan p4k, untuk merencanakan persalinan dan mencegah terjadinya komplikasi dalam persalinan.

C.    MANFAAT
1.    Bagi mahasiswa
Dapat mengetahui tentang perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi pada persalinan
2.    Bagi masyarakat
Agar ibu yang akan bersalin mendapatkan kenyamanan, sehingga apabila ada komplikasi persalinan dapat dicegah sedini mungkin.

BAB II
KAJIAN TEORI

A.    PENGERTIAN
Program, perencanaan, persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) adalah Suatu Kegiatan yang difasilitasi oleh Bidan di Desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan Persalinan yang aman dan persiapan  menghadapi komplikasi pada ibu hamil, termasuk perencanaan pemakaian alat kontrasepsi pasca persalinan dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran untuk meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir KB.
B.    TUJUAN PEMASANGAN STIKER P4K
1.    Penempelan stiker P4K di setiap rumah ibu hamil dimaksudkan agar ibu hamil terdata, tercatat dan terlaporkan keadaannya oleh bidan dengan melibatkan peran aktif unsur – unsur masyarakat seperti kader, dukun dan tokoh masyarakat.
2.    Masyarakat sekitar tempat tinggal ibu mengetahui ada ibu hamil, dan apabila sewaktu – waktu membutuhkan pertolongan, masyarakat siap sedia untuk membantu. Dengan demikian, ibu hamil yang mengalami komplikasi tidak terlambat untuk mendapat penanganan yang tepat dan cepat.

C.     MANFAAT P4K
1.    Mempercepat berfungsinya desa siaga
2.    Meningkatkan cakupan pelayanan ANC sesuai standart
3.    Meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil
4.    Meningkatnya kemitraan bidan dan dukun
5.    Tertanganinya kejadian komplikasi secara dini
6.    Meningkatnya peserta KB pasca salin
7.    Terpantaunya kesakitan dan kematian ibu dan bayi.
8.    Menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu serta bayi

D.     SASARAN
Seluruh ibu hamil yang ada diwilayah.

E.    MEKANISME PROGRAM, PERENCANAAN, PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)



F.    LANGKAH – LANGKAH PELAKSANAAN P4K DENGAN PEMASANGAN STIKER
1.    Orientasi P4K dengan stiker untuk pengelola program dan stakeholder terkait di tingkat Propinsi, Kab/Kota, Puskesmas.
2.    Sosialisasi kepada kader, dukun, tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK serta lintas sektor di tingkat desa.
3.     Operasi P4K dengan stiker ditingkat desa
a.    Memanfaatkan pertemuan bulanan tingkat desa antara bidan desa, kader, dukun, kepala desa, tokoh masyarakat untuk mendata jumlah Ibu Hamil yang ada di wilayah desa serta membahas dan menyepakati calon donor darah, transport dan pembiayaan (askeskin, tabulin)
b.    Bidan di desa bersama kader dan atau dukun yang melakukan kontak dengan Ibu hamil, suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB pasca satin.
c.    Pemasangan stiker di rumah ibu hamil
d.    Suami, keluarga, kader, dan dukun memantau secara intensif keadaan Ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar.
4.    Bidan di Desa melakukan pencatatan di Buku KIA sebagai pegangan Ibu Hamil dan di kartu Ibu serta kohort Ibu untuk di simpan di fasilitas, memberikan pelayanan sesuai standar dan pemantauan Ibu hamil, serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan ibu di wilayah desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan praktek swasta di desa tersebut) ke Puskesmas setiap bulan termasuk laporan kematian ibu, bayi lahir hidup dan bayi lahir mati.
5.    Puskesmas melakukan rekapitulasi laporan dari seluruh bidan di desa/kelurahan dan Rumah Bersalin swasta serta melakukan Pemantauan Wilayah Setempat tentang KIA (PWS-KIA) dan melaporkan ke dinas kesehatan kab/kota setiap bulan.
6.    Dinas kesehatan kab/kota melakukan rekapitulasi laporan dari seluruh puskesmas di wilayahnya dan laporan Yankes Ibu dari Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta dan melakukan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA), evaluasi secara berskala serta melaporkan ke dinas kesehatan propinsi setiap tiga bulan.
7.    Dinas kesehatan propinsi melakukan rekapitulasi dari seluruh laporan dinas kesehatan kab/kota diwilayahnya dan melakukan pemantauan, fasilitasi dan evaluasi secara berskala serta melaporkan ketingkat pusat setiap tiga bulan.
8.    Tingkat nasional melakukan rekapitulasi laporan dari dinas kesehatan propinsi dan melakukan pemantauan berkali, fasilitasi, evaluasi P4K denganstiker dalam rangka PP-AKI.
9.    Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K masing – masing tingkat wilayah dari Puskesmas, Kabupaten/Kota, dan propinsi mempunyai wadah forum komunikasi yang meliputi Lintas Program dan Lintas Sektor.

G.    PERAN MASYARAKAT/KADER/DUKUN
1.    Membantu bidan dalam mendata jumlah ibu hamil di wilayah desa binaan.
2.    Memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan kesehatan ibu (Tanda Bahaya Kehamilan, Persalinan dan sesudah melahirkan)
3.    Membantu Bidan dalam memfasilitasi keluarga untuk menyepakati isi Stiker, termasuk KB Pasca melahirkan.
4.    Bersama dengan Kades, Toma membahas tentang masalah calon donor darah, transportasi dan pembiayaan untuk membantu dalam menghadapi kegawatdaruratan pada waktu hamil, bersalin dan sesudah melahirkan.
5.    Menganjurkan suami untuk mendampingi pada saat pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan sesudah melahirkan
6.    Menganjurkan Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

Stiker .P4K
 






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Suatu Kegiatan yang difasilitasi oleh Bidan di Desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan Persalinan yang aman dan persiapan  menghadapi komplikasi pada ibu hamil, termasuk perencanaan pemakaian alat kontrasepsi pasca persalinan dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran untuk meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahirKB
Dengan data dalam stiker, suami, keluarga, kader, dukun, bersama bidan di desa dapat memantau secara intensif keadaan dan perkembangan kesehatan ibu hamil, untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai standar pada saat antenatal, persalinan dan nifas, sehingga proses persalinan sampai nifas termasuk rujukannya dapat berjalan dengan aman dan selamat, tidak terjadi kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan selamat dan sehat.
Program ini sebenarnya sudah lama ada sejak program Safe Motherhood dan program Kesehatan Ibu dan Anak ada. Penerapan program P4K ini merupakan tindak lanjut yang lebih kongkret yang melibtakan masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA


Minggu, 01 Mei 2011
Diposkan oleh blog-nya calonbidan di 05:29
http://ayyuciicaabii.blogspot.com/2011/05/program-perencanaan-persalinan-dan.html