TETANUS
A.
Definisi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang
diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot
secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot
massater dan otot-otot rangka.
B.
Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
C.
Epidemiologi
Kuman.C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai
pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping
penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik).merupakan
beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus.
Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari bayi (tetanus
neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-orang tua.
Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Arnenka Senkat, diketahui
rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.
D.
Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari .
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari .
E.
Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh
antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1.
Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot
mastikatoris.
2.
Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan
otot-otot erector trunki)
3.
Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan
abdomen akut)
4.
Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin
terdapat di kornu anterior.
5.
Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik
ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada
gigi.
6.
Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri
anggota badan sering marupakan gejala dini.
7.
Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus,
ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal
kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode
relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri.
Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
8.
Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot
pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral.
Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang
sangat kuat.
9.
Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium
akhir.
10.
Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian
tekanan cairan otak.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu :
1.
Tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas
dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menhilang tanpa sekuele.
2.
Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul
mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit
kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik
— meluas.
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan
aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme
berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode
relaksasi.
3.
Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi
masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1.
Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun
dirangsang.
2.
Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum
bila dirangsang.
3.
Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
F.
Diagnosis
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.
G.
Diagnosis banding
Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang
tetapi didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fospat). Kejang pada meningitis
dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Pada rabies terdapat
anamnesis gigitan anjing dan kucing disertai gejala spasme laring dan faring
yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa trismus.
Trismus dapat pula terjadi pada argina yang berat, abses retrofaringeal,
abses gigi yang hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat
terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis,
preumonia lobaris atas, miositis leher, spondilitis leher.
H.
Pemeriksaan diagnostic
1.
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang
khas terutama pada rahang.
2.
Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 ca
I.
Komplikasi
1.
Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur
(saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2.
Asfiksia
3.
Atelektaksis karena obstruksi secret
4.
Fraktura kompresi
J.
Prognosis
Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan. Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 % (masih tinggi).
Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan. Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 % (masih tinggi).
K. Pencegahan
1.
Mencegah terjadinya luka
2.
Merawat luka secara adekuat
3.
Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam
setelah luka akan memberikan kekebalan pasif sehingga mencegah terjadinya
tetanus akan memperpanjang masa inkubasi. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U
intrarnuskular setelah dilakukan tes kulit dan mata.
4.
Pemberian toksoid
tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada minggu-minggu
berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian
diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan
2 kali berturut-turut.
5.
Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah
mendapat luka berat ( dosis 50.000 U/kgbb/hari).
6.
imunisasi aktif, toksoid tetanus diberikan agar anak
membentuk kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama
vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi
ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta
selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa
vaksin pertusis).
L. Penatalaksanaan
1. Umum
a.
Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.
b.
Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
per sonde atau parenteral.
c.
Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan
tindakan terhadap
pasien.
d.
Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.
e.
Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.
Obat-obatan
a.
Anti Toksin
Tetanus Imun Globulin (TIG) lebih dianjurkan. pemakaiannya dibandingkan
dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan.
Dosis Inisial TIG yang dianjurkan adalah 5000 U intramuskular yang
dilanjutkan dengan dosis harian 500-6000 U. Bila pemberian TIG tidak
memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan dosis 5000 U intramuskular dan 5000 U
intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi
hipersensitivitas.
b. Anti
Kejang/ Antikonvulsan
Beberapa obat yang dapat digunakan serta efek samping obat yang dimaksud
tercantum pada tabel I berikut ini.
Tabel I
Jenis Obat Anti Kejang, Dosis, Efek
Sampingnya,
Yang Lazim Digunakan pada Tetanus
Jenis Obat
|
Dosis
|
Efek Samping
|
Diazepam
|
0,5-01 mg/kg/BB/ 4 jam IM
|
Sopor, koma
|
Meprobamat
|
300-400 mg/4 jam IM
|
Tidak ada
|
Klorpomazin
|
25-75 mg/4 jam IM
|
Depresi
|
Fenobartbital
|
50-100 mg/4 jam IM
|
Depresi pernafasan
|
b.
Antibiotik
Pemberian penisilin prokain 1,2 Juta Unit/hari atau tetrasiklin 1 gr/hari,
secara intra vena, dapat memusnahkan C. tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologisnya
DAFTAR PUSTAKA
4.
Ilmu Kesehatan
Anak jilid 2, hal. 56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar