Kamis, 19 Juli 2012

ginjal dan dm


ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI
PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN GINJAL dan DIABETES MELLITUS
Pembimbing : Bu Yuli Fitriasih, S.Si.T



 










Disusun Oleh:
Erin Mei Kartika                     D201001078
Novia Kusuma Dewi              D201001085
Suratmi                                    D201001094

AKADEMI KEBIDANAN GRAHA MANDIRI CILACAP
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik segala pengetahuan, atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis diberi kekuatan, kemampuan, kesadaran dan kesehatan untuk menyelesaikan pembuatan Makalah Asuhan Kebidanan Patologi Penyakit yang Menyertai Kehamilan Ginjal dan Diabetes Melitus
Adapun maksud dan tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu tugas. Dalam penulisan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak yang berupa bimbingan, pengarahan maupun dukungan moral yang sangat membantu penulis.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, maka penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Uti Lestari,S.Si.T selaku Direktur Akademi Kebidanan Graha Mandiri Cilacap.
2.      Yuli Fitriasih,S.Si.T sebagai dosen asuhan kebidanan patologis
3.      Orang tua yang telah memberikan motivasi dan dukungan.
4.      Semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dami kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Cilacap, 09 Maret 2012

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis, namun setiap ibu hamil menghadapi resiko yang bisa mengancam jiwanya, oleh karena itu ibu hamil harus mendapatkan pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan yang professional, yakni seorang bidan untuk mengantisipasi resiko dan penyulit persalinan.
ANC atau pemeriksaan kehamilan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptialkan kesehatan mental dan fisik ibu hami sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan pemberian ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Dalam setiap kehamilan tentu tidak selamanya aman dan sesuai dengan yang diharapkan, kadang adakalanya ibu hamil tersebut menderita suatu penyakit sehingga berpebgaruh besar terhadap kehamilan, persalinan, dan bahkan nifasnya. Sebenarnya tidak ada seorang pun wanita hamil yang menginginkan kehamilannya disertai dengan penyakit, namun dilapangan ini sering kita temui.
Dan penyakit penyerta kehamilan ini sering kali menjadi menyumbangkan angka kematian ibu dan bahkan bayi. Ada beberapa penyakit yang dapat menyertai kehamilan, da penyakit tersebut tidak main – main terhadap keselamatan ibu dan bayi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka kami tertarik untuk menjadi masalah ini dalam makalah ini, adapun rumusan masalah kami dalam makalah ini adalah “Penyakit Yang Menyertai Kehamilan Ginjal dan Dm”.


C.     Tujuan Penulisan
a)         Tujuan Umum : Mengetahui penyakit – penyakit apa saja yang berbahaya untuk kehamilan.
b)        Tujuan Khusus :
• Diketahuinya defenisi dan maksud masing – masing penyakit
• Diketahuinya etiologi masing – masing penyakit
• Diketahuinya penatalaksanaan terhadap masing – masing penyakit















BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan Anatomik Ginjal dan Saluran Kemih
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.perubahan natomi terdapat  peningkatan pembuluh darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.(ilmu kebinanan sarwono prawiroharjo)
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone. (ilmu kebidanan sarwono prawiroharjo)
Perubahan Fungsional Ginjal dan Saluran Kemih
Kehamilan merupakan suatu kondisi hiperdinamik, hippervolemik, dengan adaptasi yang tampak pada semua system organ utama. Perubahan fisiologik penting yang timbul pada ginjal selama kehamilan, antara lain :
·           Peningkatan aliran plasma renal (Renal Plasma Flow/RPF)
·           Peningkatan Tingkat Filtrasi Glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GER)
·           Perubahan reabsorbsi glukosa, sodium, asam amino dan asam urat tubular.
Peningkatan GFR terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi dan terus meningkat setelah konsepsi, kemudian mencapai puncak sampai sekitar 50% diatas kadar pada perempuan yang tidak hamil sampai akhir trimester kedua.
Peningkatan RPF dimulai sejak trimester kedua yang kemungkinan disebabkan oleh efek kombinasi curah jantung yang meningkat dan resistensi vasekuler ginjal sebagai peningkatan produksi prostaglandin ginjal. Semakin tua kehamilan, efek komprehensif dari pembesaran uterus pada aorta vena kava dapat menurunkan aliran darah ginjal yang efektif menjadi 20 %. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kretinin serum dan urea nitrogen darah.
Sebagai akibat peningkatan GFR juga, konsentrasi asam uret serum menurun selama kehamilan trimester kedua tetapi akan kembalinormaol seperti keadaan hamil (40-60 mg/dl) pada trimester ketiga. Beberapa peneliti meyakini bahwa preeklamsia secara selektif mempengaruhi reabsorbsi tubulus dan menyebabkan peningkatan asam urat.
Tes Fungsi Ginjal
Nilai laboratorium ginjal normal pada perempuan hamil



Nilai Laboratorium
Perempuan tidak hamil
Perempuan hamil
BUN, mg/dl
6 – 27
7,2 - 10,2
Klirenis kreatinin,ml/menit
100 - 180
150 - 200
Kretinin serum, mg/dl
0,5 -0,8
0,3 -0,6
Asam urat, mg/dl
2,2 – 7,5
3,2 – 3,5
Protein total, mg/24 jam
< 150
< 300

Perubahan Fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.Secara empiris, kehamilan dengan kelainan ginjal kronis merupakan kehamilan dengan risiko yang sangat tinggi. Karena kehamilan sendiri bisa menyebabkan kelainan2 pada ginjal seperti infeksi saluran kemih, hipertensi dan lain sebagainya.
Insufisiensi Ginjal Kronis
Perhatian terhadap wanita hamil dengan penyakit ini menjadi dua kali lipat, karena satu: efek kehamilan terhadap fungsi ginjal dan dua: efek kelainan ginjalnya terhadap kehamilan.


Efek kehamilan terhadap fungsi ginjal
Bisa terjadi penurunan fungsi ginjal. Secara umum prognosa tergantung derajat dengan gangguan ginjal pada saat konsepsi, serta adanya kelainan2 penyerta, seperti tekanan darah tinggi dan bocornya protein (proteinuria). Fungsi ginjal biasanya bertahan dengan kondisi insufisiensi yang moderat.Insufisiensi ringan jika kadar serum creatinine <1.5 mg%, sedang jika kadar serum creatinine 1.5-2.4 mg% dan berat jika kadar serum creatinine >2.5 mg%
Penyebab menurunnya fungsi ginjal, pada beberapa pasien bahkan tidak diketahui. Adanya hipertensi memberi kontribusi memburuknya fungsi ginjal. Infeksi saluran kencing juga bisa memperburuk fungsi ginjal. Proteinuria yang sering terjadi pada wanita hamil bisa mempengaruhi fungsi ginjal.
Efek insufisiensi ginjal terhadap kehamilan
Secara umum, janin bisa bertahan hidup sangat besar yaitu 95%. Namun pada pasien yang menjalani dialisis (cuci darah)angkanya menjadi 52%. Penderita dengan gangguan ringan bisa mengalami komplikasi berupa BBLR, persalinan kurang bulan dan lahir mati.
Penanganan
Kunjungan ANC harus lebih sering. Beberapa penulis menganjurkan kontrol tiap 2 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu dan seminggu sekali sesudahnya. Kontrol tekanan darah pada  kunjungan. Lakukan test urin terhadap adanya protein serta lakukan skrining akan adanya infeksi saluran kencing. Erythropoietin dapat diberikan jika penderita mengalami anemia namun harus hati2 karena bisa memperburuk hipertensi.

Kehamilan pada pasien cuci darah
Penyakit ginjal yang membutuhkan dialisis biasanya menurunkan kesuburan. Kehamilan bisa terjadi pada 1 % pasien terutama ditahun awal dialisis. Penyebab infertilitasnya tidak diketahui pasti, diduga karena berbagai faktor (multifaktorial). 42% wanita yang menjalani dialisis haidnya masih tetap normal, tetapi tidak berovulasi (anovulatoir). Anemia juga berperan dan pemakaian erythropoietin didapatkan meningkatkan angka kehamilan.
Secara umum, kehamilan dilarang (kontra indikasi) pada pasien dialisis. Luaran janin selalunya jelek. Hanya 23-55% kehamilan yang bayinya bisa hidup. Kebanyakan terjadi abortus pada TM II. Bayi yang bertahanpun masih memiliki kelainan yaitu 85% lahir kurang bulan (prematur)dan 28%-nya BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)atau SGA (Small For Gestasional Age). Komplikasi ibu juga ada seperti kematian ibu.
Diagnosis awal kehamilan juga agak sukar karena kadar HCG penderita dialisis juga tinggi. jika diduga hamil maka lakukan segera pemeriksaan USG.
Rekomendasi buat penderita dialisis yang hamil
Masukkan pasien dalam daftar transplantasi. Selama dialisa, lakukan monitor janin dan ibu, hindari terjadinya hipotensi akibat dialisa. Pemakaian erythropoietin bisa meningkatkan harapan hidup janin, namun harus hati2 karena bisa menimbulkan hipertensi. Peningkatan frekuensi dialisa bisa memperbaiki mortalitas dan morboditas (kesakitan).
Penanganan Obstetri
Penyebab kematian dan kesakitan bayi pada pasien dengan kelainan ginjal adalah persalinan kurang bulan. Masih ada perdebatan tentang melahirkan bayi secara elektif lebih cepat dari waktunya sekitar(34-36 minggu) pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis atau yang sedang menjalani dialisis terutama jika paru janin sudah matang.

PENYAKIT GINJAL DAN SALURAN KEMIH PADA KEHAMILAN
1.        Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang paling sering terjadi selama kehamilan (4-10%).meskipun bakteriuria asimptomatik paling sering dijumpai infeksi simptomatik bias melibatkan traktus yang lebih bawah yang menyebabkan sistisis, atau bias melibatkan kaliks,pelvis dan parenkim ginjal, dan menyebabkan pielonefritis.
Apabila ditemukan bakteri yang lebih dari 103 per ml ini disebut dengen istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala disebut bakteriuria asimptomatik, dan mungkin disertai gejala yang disebut bakteriuria simptomatik. Walaupun infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh darah atau saluran limfe tetapi yang tersering/terbanyak adalah kuman-kuman naik keatas melalui uretra,kedalam kandung kemih dan saluran kemih yang lebih atas (ascenderen infection). Kuman yang tersering dan terbanyak sebagai penyebab adalah E.coli, disamping kuman-kuman lain seperti E.aerogenes, klebsiella dan pseudomonas. (ilmu kebidanan sarwono perwirodiharjo).
a.    Bakteriuria tanpa gejala (asimptomatik)
Frekuensi bacterium tanpa gejala kira-kira 2-10 %, dan dipengaruhi oleh parietas, sosioekonomi wanita hamil tersebut. Di Amrika Serikat paling tiggi ditemukan pada wanita Negro. Di RS Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta, frekuensi bakteriuria tanpa gejaala dalam kehamilan sangat tinggi, yaitu 25%.
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejaian bakteriuria ini dengan peningkatan kejadian anemia dalam kehamilan persalinan premature, gangguan pertumbuhan janin, dan preeklamsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria harus diobati dengan seksama sampai air kemih bebas dari bakteri yan dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian obat sulfonamide ampisilin, atau nitrofurantoin.
b.    Bakteriuria dengan gejala (simptomatik)
c.    Sistisis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang bagian atas saluran kemih. Sistitis ini cukup dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Kuman penyebab utama adalah E.coli, di samping dapat pula oleh kuman-kuman lain. Factor predisposisi lain adalah uretra wanita yang pendek, sistokel, adanya sisa air kemih yang tertinggal, di samping penggunaan kateter yang sering dipakai dalam usaha mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan ginekologik atau persalinan. Penggunaan kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di uretra distal untuk masuk ke dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak menggunakan kateter bila tidak perlu betul.
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu disuria terutama pada akhir berkemih, meningkatnya frekuensi bekemih dan kadang-kadang disertai nyeri di bagian atas simpisis, perasaan ingin berkemih yang tidak dapat ditahan,air kemih kadang-kadang terasa panas, suhu badan mungkin normal atau meningkat, dan nyeri di daerah suprasimpisis. Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan banyak leukosit dan eritrosit dan kadang-kadang juga ada bakteri. Kadang-kadang dijumpai hematuria sedangkan proteinuria biasanya tidk ada.
Sistititis dapat diobati dengan sulfonamide, ampicilin, eritromisin. Perlu diperhatikan obat-obat lain yang baik digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, akan tetapi mempunyai pengaruh tidak bagi janin, ataupun bagi ibu.

2.        Pielonefritis Kronika
Pielonefritis kronika biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukkan gejala-gejala penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi terjadinya pielonefritis akuta dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita tekanan darah tinggi. Pada keadaan penyakit lebih berat didapatkan penurunan  tingkat filtrasiglumerolus (G. F. R), dan pada urinalisis urin mungkin normal, mungkin ditemukan protein kurang dari 2 g per hari, gumpalan sel-sel darah putih.
Prognosis bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal. Penderita yang hipertensi dan insufiensi ginjal mempunyai prognosis buruk karena dapat mengakibatkan kematian janin. Penderita ini  sebaiknya tidak hamil, karena resiko tinggi. Pengobatan penderita yang menderita pielonefritis kronika ini tidak banyak yang dapat dilakukan, dan kalau menunjuk kearah pielonifritis akuta, terpi seperti yang telah diuraikan. Perlu dipertiimbangkan untuk terminasi kehamilan adalah mengakhiri kehamilan dengan sengaja sehingga tidak sampai ke kelahiran. baik janin dalam keadaan hidup atau mati) pada penderita yang menderita pielonifritis kronika.

3.        Glomerulonefritis Akuta
Glomerulonefritis akuta jarang dijumpai pada wanita hamil. Penyakit ini dapat timbul setiap saat dalam kehamilan, dan penderita nefritis dapat  menjadi hamil. Yang menjadi penyebab biasanya Streptococcus beta-haemolyticus jenis A. Sering ditemukan bahwa penderita pada saat yang sama atau bebrapa minggu sebelumnya menderita infeksi jalan pernapasan, tonsillitis, atau infeksi lain-lain oleh sterptokokkus, suatu hal yang menyokong teori infeksi fokal.
Gambaran klinik ditandai oleh timbulnya himaturia  dengan tiba-tiba, edema dan hipertensi pada penderita yang sebelumnya tampak sehat. Kemudian sindroma ditambah bdengan oliguria sampai anuria, nyeri kepala, dan mundurnya visus (retinitis albuminika). Diagnosis menjadi sulit apabikla timbul serangan kejang-kejang dengan atau tanpa koma yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi serebral, atau oleh uremia, atau apbila timbul ederma  paru-paru akut. Apbila penyakitnya diketahui dalam triwulan III., maka perbedaan dengan pre-eklampsia dan eklampsia selalu harus dibuat. Pemeriksaan air kencing menghasilkan sebagai berikut ; sering proteinuria, ditemukan eritrosit dan silinder hialin, silinder koler dan silinder eritrosit.
Pengobatan sama dengan diluar kehamilan dengan perhatian khusus, istirahat baring, diet yang sempurna dan rendah garam, pengendalian hipertensi serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk pemberantasan infeksi cukup diberi pensillin, streptokokkus peka terhadap penisillin. Apbila ini tidak berhasil, maka harus dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil tes kepekaan.
Biasanya penderita sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi ginjal yang tetap baik. Kehamilan dapat berlangsung sampai lahirnya anak hiduup, dan apabila diingankan oleh wanita boleh hamil lagi dikemudian hari. Ada kalanya penyakit menjadi menahun dengan segala akibatnya. Pada umumnya prognisis bagi ibu cukup baik. Kematian ibu sangat jarang, dan apbila terjadi biasanya itu disebabkan oleh dekompensasi kordis, komplikasi serebro-vaskuler, anuria dan uremia.
Kehamilan tidak banyak mempengaruhi jalan penyakit. Sebaliknya glomerulonoefritiss akuta mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasil konsepsi; terutama yang disertai tekanan darah yang sangat tinggi dan insufisiensi ginjal, dapat menyebabkan abortus, partus prenaturus dan kematian janin.

4.        Glomerulonefritis Kronika
Wanita hamil dengan glomerulonefritis kronika sudah menderita penyakit itu beberapa tahun sebelumnya. Karena itu, pada pemeriksaan kehamilan pertama dapat dijumpai protenuria sedimen yang tidak normal, dan hipertensi. Apabila gejala-gejala penyakit baru timbul dalam kehamilan yang sudah lanjut, atau ditambah dengan pengaruh kehamilan (superimposed pre-eklampsia), maka lebih sulit untuk membedakannya dari pre-eklampsia murni
Suatu ciri tetap ialah makin memburuknya fungsi ginjal karena makin lama makin banyak kerusakan yang diderita oleh glomerulus-glomerulus ginjal, bahkan sampai tercapai tingkat akhir,  yakni apa yang disebut ginjal kisut/ ginjal mengecil.

Penyakit ini dapat menampakkan diri dalam 4 macam;

1. Hanya terdapat protenuria menetap dengan atau tanpa kelainan sedimen
2.  Dapat menjadi jelas sebagai sindrtoma nefrotik
3.  Dalam bentuk mendadak seperti pada glomerulonefritis akuta, dan
4.  Gagal ginjal sebagai penjelmaan pertama.

Keempat-empatnya dapat menimbulkan gejala-gejala insufiensi ginjal dan penyakit kardiovaskuler hipertensif.
Selain proteinuria, kelainan sedimen dan hipertensi, dapat pula dijumpai edema (terutama dimuka), dan anemia. Pemeriksaan kimiawi darah menunjukkan kadar  urea-nitrogen, kadar asidum urikum, dan kadar kreatinin yang tinggi. Pengeluran fenusulfonftalein dan kreatinin oleh ginjal lebih lambat.
Pengobatan tidak memberi hasil yang memuaskan karena penyakitnya bertambah berat. Peningkatan penyakit, tensi yang sangat tinggi, dan tambahan dengan pielonefritis akuta harus ditanggulangi dengan seksama. Sebaiknya penderita glumerulonefritis kronika tidak menjadi hamil. Karena kerusakan ginjal berbeda beda pada waktu penderita ditemukan hamil, maka sulit untuk menafsirkan pengaruh kehamilan pada jalan penyakit. Yang tanpa kehamilan tidak mempercepat proses kerusakan ginjal, walaupun sebaliknya dapat pula terjadi.
Prognosis pada ibu akhirnya buruk; ada yang segera meninggal, ada yang agak lama,hal itu tergantung dari luasnya kerusakan ginjal waktu diagnosis dibuat, dan ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mempercepat proses penyakit.
Prognosis bagi janin dalam kasus tertentu tergantung pada fungsi ginjal dan derajat hipertensi. Wanita dengan fungsi ginjal yang cukup baik tanpa hipertensi yang berarti dapat melanjutkan kehamilan sampai cukup bulan  walaupun biasanya bayinya lahir dismatur akibat insufiensi plasenta. Apabila penyakit sudah berat, apalagi disertai tekanan darah yang sangat tinggi, biasanya kehamilan berakhir dengan abortus dan partus prematurus, atau janin mati dalam kandungan.

5.      Sindroma Nefrotik
Sindroma nefrotik, yang dahulu dikenal dengan nama nefrosis, ialah suatu kumpulan gejala yang terdiri atas edema, proteinuria (lebih dari 5 gram sehari), hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Mungkin sindroma ini diakibatkan oleh reaksi antigen-antibodi dalam pembulu-pembuluh kapiler glomelurus. Penyakit-penyakit dapat menyertai sindroma nefrotik ialah glumerulnefritis kronika (paling sering), lupus eritematotus, diabetes mellitus,amiloidosis, sifilis dan trombosis vena renalis. Selain itu sidroma ini dapat pula timbul akibat keracunan logam berat (timah, air raksa), obat-obat anti kejang, serta racun serangga.
Apabila kehamilan disertai sindroma nefrotik, maka pengobatan serta prognosis ibu dan anak tergantung pada faktor penyebabnya dan pada beratnya insufiensi ginjal.
Sedapat mungkin faktor penyebabnya harus dicari jika perlu, dengan biopsi ginjal. Penderita harus diobati dengan seksama, pemakaian oba-obat yang menjadi sebab harus dihentikan. Penderita diberi diet tinggi protein. Infeksi sedapat-dapatnya dicegah dan yang sudah ada harus diberantas dengan antibotika. Dapat pula diberi obat-obat kortikostiroid dalam dosis tinggi.



6.      Gagal  Ginjal Mendadak Dalam Kehamilan
Gagal ginjal mendadak (acute renal failure) merupakan komplikasi yang sangat gawat dalam kehamilan dan nifas, karena dapat menimbulkan kematian, atau kerusakan fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh lagi. Kejadiannya 1 dalam 1300-1500 kehamilan.
Kelainan ini didasario oleh dua jenis patologi.
1.    Nekrosis tubular akut, apabila sumsum ginjal mengalami kerusakan.
2.      Nekrisis kortikal biletral apabila smpai kedua ginjal yang menderita.
Penderita yang mengalami sakit gagal ginjal mendadak ini sering dijumpai pada kehamilan muda 12-18 minggu disebabkan karena pada usia kehamilan tersebut masih termasuk dalam trimester 1 ( fase ngidam), dan kehamilan telah cukup bulan.  Pada kehamilan muda, sering disebabkan oleh abortus septik yang disebabkan oleh bakteri Cholostridia welchii atau sterptokokkus. Gambaran klinik yaitu berupa sepsis, dan adanya tanda-tanda oligluria mendadak dan azothemia serta pembekuan darah injtravaskuler (DIC= disseminate intravascular coagyulation), sehingga terjadi nekrosis tubular yang akut. Kerusakan ini dapat sembuh kembali bila kerusakan tubulus tidak terlalu luas dalam waktu 10-14 hari. Sering kali dilakukan tindakan histeriktomi untuk mengetasinya, akan tetapi ada peneliti yang menganjurkan tidak perlu melakukan operasi histerektomi tersebut asal pada penderita diberikan antibiotika yang adekuat dan intensif serta dilakukan dialisis terus menerus smapai fungsi ginjal baik. Lain hyalnya dengan nekrosis kortikal yang bilateral, biasanya dihubungkan dengan solusio plasenta, pre-eklampsia beraty atau eklampsia, kematian janin dalam kandungan yang lama, emboli air ketuban yang mnyebabkan terjadi DIC, reaksi transfusi darah atau pada pendarahan yang bnyak dapat menimbulakan eskemi.
Penderita dapat meninggal dalam waktu 7-14 hari setelah tinbulnya anuria. Kerusakan jaringan dapat terjadi dibeberapa tempat yang tersebar atau keseluruh jaringan ginjal.
Pada masa nifas sulit dikethui sebabnya, sehingga disebut sindrom ginjal idiopatik potspartum. Penanggulangan pada keadaan ini, penderita diberi infus, atau transfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit dan caira dan segera dil;akukan hemodialisis bila ada tanda-tanda uremia. Banyak penderita membutuhkan hemodialisis secara teratur atau dilakukan transpalantasi ginjal untuk ginjal yang tetap gagal. Gagal ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila dilakukan:
1.         Penanganan kehamilan dan persalinan dengan baik
2.         Perdrahan, syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan baik
3.         Pemberian trnasfusi darah dengan hati-hati

7.      Batu Ginjal Dan Saluran Kemih (Urolitiasis)
Batu saluran kemih dalam kehamilan tidaklah bisa. Frekuensinya sangat sedikit 0,03-0,07%. Walaupun demikian perlu juga diperhatikan karena urolitiasis ini dapat mendorong timbulnya infeksi saluran kemih, atau menimbulkan keluhan pada penderita berupa nyeri mendadak, kadang-kadang berupa kolik, terutama mengenai penyakit saluran kencing, untuk membantu membuat diagnosis urotilisis. Diagnosislebih tepat dengan melakukan pemeriksaan intravenus pielografi, akan tetapi janin harus dilindungi dari efek penyinaran. Dewasa ini dapat pula dengan USG (ultrasonografi) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan, tetapi pertma adalah analegenika untuk menghilangkan sakitnya, diberi cairan banyak agar batu dapat kebawah, karena hampir 80% batu akan dapat turun kebawah, serta antibiotika.
Pada penderita yang membutuhkan tindakan operasi,sebaiknya operasi dilakukan setelah post partum. Pada batu buli-buli, bila batu tersebut diperkirakan menghalangi  jalannya persalinan, kehamilan dihalangi dengan seksio sesarea, dan batu diangkat post prtum dengan seksio alta atau litotrisi.

8.      Ginjal Polikistik
Ginjal polikistik merupakan kelainan bawaan (herediter). Kehamilan umumnya tidak mempengaruhi perkembangan pembentukan kista pada ginjal, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi fungsi ginjal kurang baik, maka kehamilan akan memperberat atau merusak fungsinya. Sebaliknya wanita yang telah mempunyai kelainan sebaiknya tidak hamil karena kemungkinan timbul komplikasi akibat kehamilan selalu tinggi.

9.      Tuberkulosis Ginjal
Jarang dijumpai wanita hamil dengan tuberkulosis ginjal, walaupun dalam literetur disebutkan ada. Kehamilan akan mempengaruhi TBC ginjal tersrbut bila tidak diobati. TBC pada ginjal dapat hamil terus, asal fungsi ginjalnya baik. Terapi TBC ginjal sama dengan terapi TBC organ-organ lain. Untuk membuat dagnosis TBC ginjal diperlukan laboratorium khusus.








BAB III
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang meninjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
2.      Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
3.      Klasifikasi
a.         Tidak tergantung insulin (TTI)  Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
b.         Tergantung insulin (TI) Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
4.      Pengaruh kehamilan pada diabetes
Glukosuria renal sering dijumpai dalam kehamilan. Kelainan ini terdapat tidak karena kadar glukosa darah tinggi, melainkan karena ambang ginjal terhadap glukosa rendah. Karena itu diabetes dalam kehamilan tidak bisa dinilai dari pemeriksaan reduksi urin pengaruh diabetes pada kehamilan diabetes mempengaruhi timbulnya komplikasi dalam kehamilan sebagai berikut.
5.      Pengaruh dalam kehamilan
Dalam kehamilan diabetes dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikut :
a.         Abortus dan partus prematurus
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
b.         Pre-eklampsia
Pre-eklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang (Bobak, dkk., 2005).
c.         Hidramnion
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasusu hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin yidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasusu hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.
d.        Kelainan letak janin
e.         Insufisiensi plasenta
6.      Pengaruh dalam persalinan
Penyulit yang sering dijumpai pada persalinan ialah :
a.         Inertia uteri dan atonia uteri
b.         Distosia bahu karena anak besar
c.         Kelahiran mati
d.        Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan
e.         Lebih mudah terjadi infeksi
f.          Angka kematian maternal lebih tinggi.
7.      Pengaruh diabetes pada bayi
Diabetes mempunyai pengaruh tidak baik terhadap hasil konsepsi, dan dapat terjadi penyulit sebagai berikut :
a.         Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abotus
b.         Cacat bawaan terutama diabetes yang telah diderita lama sekitar 20 tahun atau lebih
c.         Dismaturitas
Usia kehamilan 37 minggu luas plasentanya 11 m2. selanjutnya terjad penurunan fungsi akibat tidak berkembangnya atau terjadinya kalsifikasi dan aterosklerosis pembuluh darah. Penurunan kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan perubahan metabolisme menuju anaerobic. Pada keadaan ini terjadi badan keton dan asidosis, gejala Clifford, pada kulit terjadi substanfet berkurang, otot makin lemah, dan berwarna mekoneum. Kuku tampak tajam dan kulit keriput. Tali pusat lembek, mudah tertekan dengan disertai oligohidramnion.
Risiko kehamilan sulit dipastikan dan menjurus pada risiko kematian janin intauterin. Persalinan dipercepat karena terjadi preeklampsia/ eklampsia, ibu dengan hipertensi, ibu dengan diabetes mellitus, ada gangguan tumbuh-kembang janin intrauterine, dan factor kematangan serviks.
d.        Janin besar (makrosomia)
Dengan plasenta masih baik terjadi tumbuh-kembang janin dengan berat 4500 gram disebut makrosemia. Akibat kondisi ini pada perasalinan ( tindakan operasi seksio sesarea, trauma persalinan operasi vaginal karena distosia bahu ) dapat menimbulkan kematian bayi dan trauma jalan lahir ibu.
e.         Kematian dalam kandungan
f.          Kematian neonatal
g.         Kelainan neurologik dan psikologik dikemudian hari.
8.      Komplikasi
Maternal   : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian    ibu
Fetal         : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
Neonatal   : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
9.      Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan.  Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
10.  Penatalaksanaan Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.






















BAB III
PENUTUP

A.        KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, penyakit yang menyertai kehamilan ginjal. Penyakit ini memberikan dampak pada kehamilan sehingga semua penyakit harus bisa ditangani dengan baik sehingga dampak yang ada tidak besar atau minimal atau bahkan tidak ada dampak yang ditimbulkan pada kehamilan baik itu pada ibu maupun pada janin.
Selain itu, dalam penangan penyakit-penyakit ini harus diperhatikan dalam pemberian obat-obatan. Karena dengan pemberian obat-obatan yang salah dapat memberikan efek terutama kepada sang janin. Sehingga kita harus mengetahui jenis obat-obatan yang boleh diberikan kepada ibu hamil dan juga yang tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Jangan sampai kita bermaksud memberikan pengobatan untuk kesembuhan tapi malah menyebabkan efek teratogenik pada janin.

B.        SARAN

Sebagai saran kami, sebagai penolong persalinan kita harus bisa mendeteksi secara dini penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan sehingga dapat meminimalkan atau menghilangkan resiko cacat atau kematian janin. Kita harus bisa megetahui penanganan yang tepat misalnya  dengan KIE tentang penyakit yang menyertai kehamilan ginjal, tentang diit yang harus dikonsumsi. Selain itu, kesadaran dari ibu untuk memeriksakan diri selama hamil sehingga tidak dapat terdeteksi secara dini.   


DAFTAR PUSTAKA

 Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta

Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo : Jakarta

Diakses pada tanggal 8 Maret 2010.

Diakses pada tanggal 9 Maret 2010

Tidak ada komentar: