Sabtu, 14 April 2012

asneo


               Ikterus
                BAB I

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri.

Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda–tanda kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan ikterus, dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan ibu atau orang tua tentang ikterus tersebut, kemudian kurangnya memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk itulah penulis mengangkat makalah ini dengan judul Ikterus pada Bayi.


Tujuan

  1. Mengetahui dan memahami pengertian ikterus

  1. Mengetahui dan memahami penyebab ikterus

  1. Mengetahui dan memahami derajat ikterus

  1. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan ikterus pada bayi











BAB II

KAJIAN TEORI



A.    PENGERTIAN


  • Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan   kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). ( Perinatologi )

  • Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubun dalam tubuh. ( Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 )

  • Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.

Sedangkan Billirubin adalah Zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.


Ikterus Fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.


Ikterus Patologis

ë Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

ë Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

ë Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.

ë Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )

ë Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.


  1. PENYEBAB

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).

  1. DERAJAT IKTERUS

ë Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%.

ë Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%.

ë Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%.

ë Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%.

ë Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.



  1. PENATALAKSANAAN PADA IKTERUS

1.      Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
2.      Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
3.      Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat.

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang diselidikinya.

Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.

Beberapa faktor risiko yang penting adalah :

· Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri)

· Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal

· Kekurangan oksigen

· Kondisi lemah/tidak responsif

· Tidak stabilnya suhu tubuh

· Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)

· Gangguan keasaman darah

· Kadar albumin (salah satu protein tubuh) <>

Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan.

Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan:

· Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam

· Jika TSB >25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam

· Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam

· Jika TSB <20>

· Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam

· Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion, pertimbangkan exchange transfusion

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.

2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.

4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan.

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:

1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.

2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat).

3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.

4. Kenaikan suhu tubuh.

5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara.

Tranfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

            Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.



Teknik Transfusi Tukar

a. Simple double volume.
   Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.

b. Isovolumetric.
Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.

c. Partial exchange tranfusion.
Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O rhesus positif.

¨      Pelaksanaan tranfusi tukar:

1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.

3. Persiapan Alat.

a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap

b.Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril

d.Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah

f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath

h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah

i. Selang pembuangan

j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis

k.Meja tindakan

¨      Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

· Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

· Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

· Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

· Perforasi pembuluh darah


¨      Komplikasi tranfusi tukar

· Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

· Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

· Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

· Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

· Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

· Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

¨      Perawatan pasca tranfusi tukar

· Lanjutkan dengan terapi sinar

· Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

¨      Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:

a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita

b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya

c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis

d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin <>

e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah

f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar

g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah)

































BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). ( Perinatologi )
 Ikterus Fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL.
Ikterus Patologis
Ø  Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
Ø  Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
Ø  Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.
Ø  Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )
Ø  Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi
Penatalaksanaannya yaitu dengan strategi pencegahan, penggunaan farmakoterapi, dan fototerapi serta transfuse tukar.


B.Saran

Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan Ikterus pada bayi, Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien.











DAFTAR PUSTAKA


  1. Sukadi, Abdurrachman, dkk. 2000. “ Perinatologi “ .Bandung : FKUP/ RSHS
  2. Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. “ Buku Ajar Neonatologi Edisi I “. Jakarta : Perpustakaan Nasional
  3. Hasan, Rusepno. 1997. “Ilmu Kesehatan Anak 2 “. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
  4.  Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425
  5. Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?s_sid=1064, acces : 05 November 2007
  6. http://www.yanmedik-depkes.net

Tidak ada komentar: