ASUHAN
KOMUNITAS
LIL
( LIMA IMUNISASI DASAR LENGKAP )
Pengampu
: Ernawati, S.Si.T
Disusun
Oleh :
1.
Eko
Paksi ( D201001076
)
2.
Erin
Mei Kartika (
D201001078 )
3.
Novia
Kusuma D. ( D201001085 )
4.
Pramita
( D201001087 )
5.
Septi
Nurjanah ( D201001091 )
6.
Suratmi ( D201001094 )
AKADEMI
KEBIDANAN GRAHA MANDIRI CILACAP
MARET
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Menurut
peraturan WHO (World Health Organitation) yang ada di UCI (Universal
Child Imunitation), imunisasi untuk bayi atau anak usia 0-1 tahun
terdiri dari BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B. Imunisasi sebenarnya
terdiri dari 2 golongan. Golongan pertama adalah imunisasi yang harus
selesai sebelum usia setahun dan golongan kedua adalah imunisasi yang
tak boleh dilaksanakan pada usia di bawah setahun. Imunisasi dilaksanakan
tepat umur ialah Campak, yaitu di usia 9 bulan. Karena pada umumnya,
hampir semua ibu sudah pernah kena campak. Sewaktu hamil, dia mewariskan
kekebalannya pada janin yang dikandungnya melalui plasenta. Kekebalan
ini bertahan hingga bayi berusia 8 bulan. Itulah mengapa vaksinasi
Campak harus dilakukan di usia 9 bulan (Adi, 2009).
Data
WHO menunjukkan bahwa setiap tahun, setidaknya 1,7 juta anak meninggal
karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang sudah tersedia.
Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyakit-penyakit tersebut
bisa dicegah dengan imunisasi. Karena itulah, untuk mencegah Balita
menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi pada bayi dan Balita
harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal (Adi, 2009).
Memberikan suntikan imunisasi pada bayi anda tepat pada waktunya adalah
faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi . Yakinlah bahwa dengan membawa
bayi untuk melakukan imunisasi adalah salah satu yang terpenting dari bagian
tanggung jawab sorang tua. Imunisasi (atau “vaksinasi”) diberikan mulai
dari lahir sampai awal masa kanak-kanak.
Imunisasi biasanya diberikan selama waktu pemeriksaan rutin ke dokter atau
klinik. Imunisasi dapat diperoleh di rumah sakit, puskesmas , bkia / rumah
bersalin, pos yandu, praktek dokter swasta (terutama dokter specialis anak).
BAB II
KAJIAN TEROI
A.
PENGERTIAN
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja
memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat
resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhada penyakit tertentu. (Alimul, 2009).
B.
TUJUAN
IMUNISASI
1.
Program
imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah
penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering
berjangkit. (Proverawati, 2010).
2.
Tujuan
pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
(Alimul, 2009).
C.
MANFAAT
IMUNISASI
1.
Untuk
Anak
Mencegah
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2.
Untuk
Keluarga
Menghilangkan
kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan
keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak
yang nyaman.
3.
Untuk
Negara
Memperbaiki
tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara. (Proverawati, 2010)
D.
JENIS
IMUNISAS
1.
Imunisasi
Aktif
Merupakan
pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya
sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
Dalam
imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :
a.
Vaksin
dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang
didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti
polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen
organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian
dari organisme yang dijadikan vaksin.
b.
Pengawet/stabilisator,
atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan
lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan
yang digunakan seperti air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.
c.
Cairan
pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang
digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum, bahan
kultur sel.
d.
Adjuvan,
terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari
antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan
perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi
peningkatan antibodi tubuh.
2.
Imunisasi
Pasif
Merupakan
suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat
immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi dari ibu
melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi
mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Contoh
imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang mengalami luka
kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana
bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
(Proverawati, 2010)
E.
JENIS
VAKSIN LIMA IMUNISASI LENGKAP
1.
BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab
terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun
sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput
otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG
merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG
adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui
intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya
ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas.
2.
Hepatitis
B
Imunisasi hepatitis B merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B.
kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian
imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui
intramuscular.
3.
Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat
menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio
diberikan melalui oral.
4.
DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan
tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri
yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan
zat anti (toksoid).
Frekuensi pemberian imuisasi DPT
adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit
(tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat
zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup.
Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular.
Pemberian DPT dapat berefek samping
ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada
tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat,
kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
encephalopathy, dan syok.
5.
Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena
termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan
melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam
pada tempat suntikan dan panas. (Alimul, 2009)
F.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI IMUNISASI
1.
Status
imun penjamu
a.
Adanya
antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada
bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)
b.
Maturasi
imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.
c.
Pembentukan
antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur
2 tahun.
d.
Cakupan
imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
e.
Frekuensi
penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada
neonatus.
f.
Status
imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.
2.
Genetik
Secara
genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah.
Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3.
Kualitas
vaksin
a.
Cara
pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
b.
Dosis
vaksin
1)
Tinggi
hambatan respon, menimbulkan efek samping;
2)
Jika
rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten)
c.
Frekuensi
pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon
imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi
spesifik masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh antibodi spesifik
maka tidak merangsang sel imunokompeten.
d.
Ajuran
1)
Zat
yang meningkatkan respon imun terhadap antigen;
2)
Mempertahankan
antigen agar tidak cepat hilang;
3)
Mengaktifkan
sel imunokompeten
e.
Jenis
vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
f.
Kandungan
vaksin
1)
Antigen
virus;
2)
Bakteri;
3)
Vaksin
yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG.
4)
Vaksin
mati : pertusis.;
5)
Eksotoksin
: toksoid, difteri, tetanus.;
6)
Ajuran
: persenyawaan aluminium.;
7)
Cairan
pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.)
G.
FAKTOR
YANG DAPAT MERUSAK VAKSIN DAN KOMPOSISI VAKSIN
1.
Panas
dapat merusak semua vaksin.
2.
Sinar
matahari dapat merusak BCG.
3.
Pembekuan
toxoid.
4.
Desinfeksi
/ antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010)
H.
TATACARA
PEMBERIAN IMUNISASI
Sebelum
melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut:
1.
Memberitahukan
secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
2.
Periksa
kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi
ikutan yang tidak diharapkan.
3.
Baca
dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat
persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya
sebelum melakukan imunisasi.
4.
Tinjau
kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan.
5.
Periksa
identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
6.
Periksa
jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
7.
Periksa
vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal
kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang
menunjukkan adanya kerusakan.
8.
Yakin
bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain
untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila
diperlukan.
9.
Berikan
vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik,
sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.
10.
Setelah
pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:
·
Berilah
petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus
dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat.
·
Catat
imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
·
Catatan
imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.
·
Periksa
status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar
ketinggalan, bila diperlukan.
Dalam
situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat
bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada
prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan
pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan.
1.
Penyimpanan
Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan
kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi
produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin
harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT
dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk
melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin
individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.
2.
Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan
pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah
diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan
kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat
mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan
untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk
menyuntikkan vaksin.
3.
Pembersihan
Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi
dilakukan namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
4.
Pemberian
Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan
intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin
yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal.
5.
Teknik
dan Ukuran Jarum
Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami
teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko
penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan
harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril.
Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena risiko infeksi.
Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam
sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh
dipakai lagi mengambil vaksin.
Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup
yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka
tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus
dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot.
Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang
kurang dalam.
Standar
jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain
dalam beberapa hal seperti berikut :
·
Pada
bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil
lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
·
Untuk
suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16
mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.
·
Untuk
suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang
10 mm.
6.
Arah
Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 45o sampai 60o
ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid (lengan atas). Untuk otot
vastus lateralis, jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum
harus diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi
apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o
sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.
7.
Tempat
Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk
vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid
adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang
telah dapat berjalan) dan orang dewasa.
Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan
untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk
menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko
kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak
dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal,
sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan
tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih
berat.
Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di
atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak
pundak memberi risiko terjadinya keloid.
8.
Posisi
Anak dan Lokasi Suntikan
Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan
risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa
bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang
bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan
ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu
memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang
sedang dikerjakan.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur
dibawah 12 bulan adalah :
a.
Menghindari
risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal.
b.
Daerah
deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara
adekuat.
c.
Sifat
imunogenesitas vaksin hepatitis B berkurang bila disuntikkan di daerah gluteal.
d.
Menghindari
risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun.
e.
Menghindari
lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
9.
Vastus
Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang
mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas
antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit,
dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar
ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga
tengah otot.
Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat
dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang
tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot
vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin akan
disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang
pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi
ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih
lancar.
Lokasi
suntikan pada vastus lateralis :
a.
Letakkan
bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang.
b.
Tungkai
bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.
c.
Cari
trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis
yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas
sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah
sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan
garis bagian distal lebih jelas).
d.
Supaya
vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian
atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut.
10.
Deltoid,
Posisi Anak dan Lokasi Suntikan
a.
Posisi
seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di
atas pangkuan ibu atau pengasuhnya.
b.
Lengan
yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya
diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
c.
Lokasi
deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan
berhasil.
d.
Posisi
yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan
meningkatkan risiko penetrasi saraf.
Untuk
mendapatkan lokasi deltoid yang baik membuka lengan atas dari pundak ke siku.
Lokasi yang paling baik adalah pada tengah otot, yaitu separuh antara akromnion
dari insersi pada tengah humerus. Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45o-60o
mengarah pada akromnion. Bila bagian bawah deltoid yang disuntik, ada risiko
trauma saraf radialis karena saraf tersebut melingkar dan muncul dari otot
trisep.
11.
Pengambilan
Vaksin dari Botol (Vial)
Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang
telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari
vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah
digunakan menyuntik seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari
botol vaksin karena risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi
dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain.
12.
Penyuntikan
Subkutan
Perhatian
untuk suntikan subkutan :
a.
Arah
jarum 45o terhadap kulit.
b.
Cubit
tebal untuk suntikan subkutan.
c.
Aspirasi
semprit sebelum vaksin disuntikkan.
d.
Untuk
suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
13.
Penyuntikan
Intramuscular
Perhatian
untuk penyuntikan intramuskular :
a.
Pakai
jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot.
b.
Suntik
dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat.
c.
Tekan
kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum
ditusukkan.
d.
Aspirasi
semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena.
Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru.
e.
Untuk
suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda.
14.
Pemberian
Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai,
boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup,
khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat
diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada
kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.
Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu
semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari
yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit
yang berbeda. (IDAI, 2008)
I.
JADWAL
IMUNISASI
1.
BCG
Imunisasi
BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan pemberian imunisasi
BCG pada umur antara 0-12 bulan.
Dosis
0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun).
Imunisasi
BCG ulangan tidak dianjurkan.
Vaksin
BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah
komplikasinya.
Apabila
BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin
terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2.
Hepatitis
B
Imunisasi
hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.
Imunisasi
hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1
yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal,
interval imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik
5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
Departemen
kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam
kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis
B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi
dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3
yang masih rendah.
Apabila
sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B,
maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian.
3.
DPT
Imunisasi
DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8
minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan
DPT-3 pada umur 6 bulan.
Dosis
DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
Vaksin
DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu DPT/Hepatitis B
dan DPT/IPV.
4.
Polio
Terdapat
2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV, hidup
dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.)
Polio-0
diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk mendapatkan
cakupan imunisasi yang tinggi.
Untuk
imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval
antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
OPV
diberikan 2 tetes per-oral.
IPV
dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau
dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).
5.
Campak
Vaksin
campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan
dalam, pada umur 9 bulan. (IDAI, 2008)
J.
KONTRAINDIKASI
IMUNISASI
1.
Analfilaksis
atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak
terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari
38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
2.
Jangan
berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS,
sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
3.
Jika
orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang
sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi
ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010)
Adapun jadwal pemberian imunisasi dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Anak
Jenis
Imunisasi
|
Umur
(bulan)
|
||||||||||||||||
Lahir
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
9
|
10
|
|||||||||
Program
Pengembangan Imunisasi (PPI), diwajibkan
|
|||||||||||||||||
BCG
|
BCG
|
||||||||||||||||
Hepatitis B
|
Hepatitis B1
|
||||||||||||||||
Hepatitis B2
|
Hepatitis B3
|
||||||||||||||||
DPT
|
DPT1
|
||||||||||||||||
DPT2
|
|||||||||||||||||
DPT3
|
|||||||||||||||||
Polio
|
Polio 1
|
Polio 2
|
|||||||||||||||
Polio 3
|
|||||||||||||||||
Polio 4
|
|||||||||||||||||
Campak
|
Campak
|
||||||||||||||||
Sumber : Depkes RI, Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Imunisasi itu sangat penting untuk mrngurangi
mortalitas dan morbiditas pada anak.Imunisasi yang penting bagi anak itu ada 5
macam yaitu BCG, DPT1, DPT2, DPT3, Polio, dan campak.
Imunisasi untuk bayi atau anak usia 0-1 tahun terdiri dari BCG, DPT,
Polio, Campak, Hepatitis B. Masing-masing imunisasi
itu berguna untuk mencegah penyakit dan menghindari infeksi pada anak.
Setiap pemberian imunisasi dapat dilakukan pada
beberapa tempat, tergantung imunisasi yang diberikan. Misalnya polio melalui
oral, DPT melalui suntikan paha, dan campak dan BCG di lengan (deltoideus).
Penyimpanan vaksin dapat dilakukan tanpa kulkas.
Misalnya dengan cara menggabungkan vaksin dengan dua tipe gula sebelum
perlahan-lahan dikeringkan dalam kertas filter. Hal ini akan mengawetkan vaksin
sehingga bila sewaktu-waktu dibutuhkan dapat langsung diaktifkan. Gula yang
dipakai adalah jenis sukrosa dan trehalose yang biasa digunakan dalam bahan
pengawet.
B.
SARAN
Sebaiknya sebagai seorang bidan harus berupaya untuk meningkatan motivasi ibu
dengan memberikan informasi tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan
kesehatan bayi dan meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat
imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar
dalam meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya.
DAFTAR
PUSTAKA
Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan
Vaksinasi.Yogyakarta:Nuha Offset
Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak
untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
http://rahmanbudyono.wordpress.com/2009/01/28/makalah-kesehataan_imunisasi/
Posted on 28 Januari 2009 by rahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar