BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perawatan
tubuh dan perawatan penunjang selama kala dua persalinan merupakan kelanjutan
asuhan yang dimulai selama kala satu persalinan.Dimodifikasi untuk memenuhi
perubahan kebutuhan wanita yang berkembang selama persalinan. Keefektifan
tindakan memberi kenyamanan bergantung pada bagaimana setiap wanita mengalami
dan menerimanya
Wanita
mungkin memerlukan bantuan dalam mengatur pernapasannya dan dalam
mengefektifkan penggunaan upaya dorong alaminya.
Wanita
perlu dipimpin untuk bernapas pendek dan cepat jika ia merasa ingin mendorong.
Bernapas pendek dan cepat dapat berarti melakukan inhalasi dengan cepat diikuti
ekshalasi yang kuat dan segera diulangi. Pernapasan pendek dan cepat juga dapat
berarti napas tenggorok yang dangkal dan cepat.
Lesser
dan Keane dalam buku Midwifery oleh Varney, 2002 menyatakan bahwa kebutuhan ibu
selama persalinan antara lain :
Perawatan
tubuh, pendampingan oleh keluarga, bebas dari rasa nyeri persalinan,
penghormatan akan budaya, dan informasi tentang diri dan janinnya. asuhan tubuh
artinya metode sentuhan oleh pendamping persalinan, misalnya : mengusap mata
dengan washlap lembab, memperhatikan kebersihan tubuh, memperhatikan kebersihan
pada vulva agar ibu nyaman dan pemberian nutrisi.
Oleh
karena keadaan tersebut kami mengambil makalah dengan judul “ ASUHAN PERSALINAN
KALA II “
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
PENGERTIAN
Kala dua
persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.
B. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA KALA DUA
PERSALINAN
Perubahan – perubahan pada uterus
dan jalan lahir dalam persalinan.
1. Keadaan segmen atas dan segmen bawah
rahim
Sejak
kehamilan yang lanjut uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, ialah segmen
atas rahim yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang terjadi
dari istmus uteri. Dalam persalinan perbedaannya lebih jelas lagi. Segmen atas
berkontraksi dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan.
Sebaliknya, segmen bawah rahim dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi
menjadi saluran tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.
Segmen
atas makin lama makin mengecil, sedangkan segmen bawah makin diregang dan makin
tipis dan isi rahim sedikit demi sedikit pindah ke segmen bawah. Karena segmen
atas makin tebal dan segmen bawah makin tipis, maka batas antara segmen atas
dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini disebut lingkaran retraksi yang
fisiologis. Kalau segmen bawah sangat diregang maka lingkaran retraksi lebih
jelas lagi dan naik mendekati pusat dan disebut lingkaran retraksi yang
patologis (Lingkaran Bandl). Lingkaran Bandl adalah tanda ancaman robekan rahim
dan terjadi jika bagian depan tidak dapat maju misalnya panggul sempit.
a. Perubahan bentuk rahim
Pada tiap
kontraksi sumbu panjang rahim bertambah panjang sedangkan ukuran melintang
maupun ukuran muka belakang berkurang.
b. Faal ligamentum rotundum dalam
persalinan
Ligamentum
rotundum mengandung otot–otot polos dan kalau uterus berkontraksi, otot–otot
ligamentum rotundum ikut berkontraksi hingga ligamentum rotundum menjadi
pendek.
c. Perubahan serviks
Serviks
akan mengalami pembukaan yang biasanya didahului oleh pendataran serviks yaitu
pemendekan dari kanalis servikalis, yang semula berupa sebuah saluran yang panjangnya
1-2 cm, menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang tipis. Lalu akan terjadi
pembesaran dari ostium eksternum yang tadinya berupa suatu lubang dengan
diameter beberapa milimeter menjadi lubang yang dapat dilalui anak, kira–kira
10 cm. Pada pembukaan lengkap tidak teraba lagi bibir portio, segmen bawah
rahim, serviks dan vagina telah merupakan satu saluran.
d. Perubahan pada vagina
Sejak
kehamilan vagina mengalami perubahan–perubahan sedemikian rupa, sehingga dapat
dilalui bayi. Setelah ketuban pecah, segala perubahan, terutama pada dasar
panggul diregang menjadi saluran dengan dinding–dinding yang tipis oleh bagian
depan anak. Waktu kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas.
C.
POSISI MENERAN
tenaga
kesehatan/bidan hendaknya membiarkan ibu bersalin dan melahirkan dalam posisi
yang dipilihnya dan bukan posisi terlentang atau litotomi
o
posisi
terlentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan
menekan aorta, vena kava inferior serta pembuluh2 lain dari sistem vena
tersebut. hipotensi ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa
mengarah ke anoreksia janin
o
posisi
litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan
akan ada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa postpartum(nifas)
o
posisi
berjongkok, menggunakan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi serta dapat
melebarkan rongga panggul
o
posisi
duduk, memanfaatkan gaya gravitasi untuk membantu turunnya bayi, serta memberi
kesempatan bagi ibu untuk istirahat diantara kontraksi
o
posisi
berlutut, dapat mengurangi rasa sakit serta membantu bayio dalam mengadakan
rotasi posisi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga untuk mengurangi
keluhan haemoroid
o
posisi
berjongkok atau berdiri, dapat memudahkan dalam pengosongan kandung kemih.
kandung kemih yang penuh akan dapat memperlambat penurunan bagian bawah janin.
o
posisi
berjalan, berdiri dan bersandar. efektif dalam membantu stimulasi kontraksi
uterus serta dapat memanfaatkan gaya gravitasi.
o
dengan
kebebasan untuk memutuskan posisi yang dipilhnya, ibu akan lebih merasa aman.
karena fokus utama kita adalah berpusdat kepada kenyamanan klien(ibu) bukan
nakes.
D.
PEMANTAUAN KALA II
1.
Pemantauan
ibu
a. Tanda-tanda dan gejala kala II :
o
ibu
merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
o
ibu
merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau vagina
o
perineum
terlihat menonjol (perjol)
o
vulva-vagina
dan spingter ani terlihat membuka
o
peningkatan
pengeluaran lendir dan darah
b.
Evaluasi kesejahteraan ibu
o
tanda-tanda
vital: tekanan darah (tiap 30 menit), suhu, nadi(tiap 30 menit), pernafasan
o
kandung
kemih
o
urine:
protein dan keton
o
hidrasi:
cairan, mual, muntah
o
kondisi
umum: kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku dan respon terhadap
persalinan serta nyeri dan kemampuan koping
o
upaya
ibu meneran
o
kontraksi
tiap 30 menit
c.
kemajuan persalinan
o
kemajuan
persalinan cukup baik bila penurunan yang teratur dari janin di jalan lahir
serta dimulainya fase pengeluaran
o
lama
kala II rata2 menurut Friedman adalah satu jam untuk primigravida dan 15 menit
untuk multipara
o
pada
kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam bagi primigravida atau 1 jam bagi
multipara dianggap sudah abnormal oleh mereka yang setuju dengan pendapat
Friedman tetapi saat ini hal tersebut tidak mengindikasikan perlunya melahirkan
bayi dengan forceps atau vacum ekstraksi.
o
kontraksi
selama kala II adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama, yaitu kira2 2 menit,
yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulsif
sifatnya.
2.
Pemantauan
janin
a.
denyut
jantung janin (DJJ)
o
denyut
dasar 120-160 x/menit
o
perubahan
DJJ, pantau tiap 15 menit
o
variasi
DJJ dari DJJ dasar
o
pemeriksaan
auskultasi DJJ setiap 30 menit
b.
warna
dan adanya air ketuban (jernih, keruh, kehijauan/tercampur mekonium)
c.
penyusupan
kepala janin
Kondisi yang harus diatasi sebelum
penatalaksanaan kala II :
o
syok
o
dehidrasi
o
infeksi
o
preeklampsia/eklampsia
o
inersia
uteri
o
gawat
janin
o
penurunan
kepala terhenti
o
adanya
gejala dan tanda distosia bahu
o
pewarnaan
mekonium pada cairan ketuban
o
kehamilan
ganda(kembar/gemelli)
o
tali
pusat menumbung/lilitan tali pusat
Asuhan Dukungan
o
pemberian
rasa aman, dukungan dan keyakinan kepada ibu bahwa ibu mampu bersalin
o
membantu
pernafasan
o
membantu
teknik meneran
o
ikut
sertakan serta menghormati keluarga yang menemani
o
berikan
tindakan yang menyenangkan
o
penuhi
kebutuhan hidrasi
o
penerapan
Pencegahan Infeksi (PI)
o
pastikan
kandung kemih kosong
E. MEKANISME
PERSALINAN NORMAL PADA KALA II
Mekanisme persalinan adalah
rangkaian gerakan pasif dari janin terutama yang terkait dengan bagian terendah
janin (presenting part). Secara singkat dapat disimpulkan bahwa selama proses
persalinan janin melakukan gerakan utama yaitu turunnya kepala, fleksi, putaran
paksi dalam, ekstensi, putaran paksi luar, dan ekspulsi. Dalam kenyataannya
beberapa gerakan terjadi bersamaan.
F. MENOLONG
PERSALINAN SESUAI APN
a. Mendengar dan Melihat Adanya Tanda
Persalinan Kala Dua.
b.
Memastikan
kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin
& memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
c.
Memakai
celemek plastik.
d.
Memastikan
lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun & air mengalir.
e.
Menggunakan
sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
dalam.
f.
Mengambil
alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan
letakan kembali kedalam wadah partus set.
g.
Membersihkan
vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
h.
Melakukan
pemeriksaan dalam–pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah
pecah.
i.
Mencelupkan
tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
j.
Memeriksa
denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai–pastikan DJJ dalam batas
normal (120 – 160 x/menit).
k.
Memberi
tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
l.
Meminta
bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his,
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).
m.
Melakukan
pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
n.
Menganjurkan
ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
o.
Meletakan
handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5–6 cm.
p.
Meletakan
kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
q.
Membuka
tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
r.
Memakai
sarung tangan DTT pada kedua tangan.
s.
Saat
kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5–6 cm, memasang handuk bersih
untuk menderingkan janin pada perut ibu.
t.
Memeriksa
adanya lilitan tali pusat pada leher janin
u.
Menunggu
hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
v.
Setelah
kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah
bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian
gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
w.
Setelah
bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang tangan dan siku sebelah atas.
x.
Setelah
badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan
kiri diantara kedua lutut janin)
G.
MANUVER
TANGAN DAN LANGKAH – LANGKAH DALAM MELAHIRKAN, MEMBANTU KELAHIRAN BAHU
1.
Melahirkan
kepala
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6
cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong
ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan
bayi segera setelah setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (di
bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4
jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi.
Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan perineum.
2.
Melahirkan
bahu
o
Setelah
menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut
sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan
o
Letakkan
tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan
kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu melewati simfisis
o
Setelah
bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu
bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
3.
Melahirkan
seluruh tubuh bayi
1.
Saat
bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan
sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut
2.
Gunakan
tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat
melewati perineum
3.
Tangan
bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir
4.
Secara
simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan
lengan bagian anterior
5.
penelusuran
dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong dan kaki
6.
Dari
arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas diantara kedua kaki bayi yang
kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jarti tangan lainnya
7.
Letakkan
bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu dan
posisikan kepala bayi sedikit lebih rentan dari tubuhnya
8.
Segera
keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau
selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.
H. AMNIOTOMI
( PEMECAHAN AIR KETUBAN )
Amniotomi/pemecahan
selaput ketuban dilakukan bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang
besar.
Manfaat yang
diperkirakan :
o
persalinan bertambah cepat
o
deteksi dini kasus pencemaran mekonium
pada cairan amnion
o
kesempatan untuk memasang elektroda ke
janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam rongga uterus
Jika
amniotomi dilakukan, harus diupayakan menggunakan teknik aseptik. Yang penting
kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari panggul
selama prosedur; karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali
pusat. (Obstetri William Edisi 21, Cuningham, dkk., 2006: 343)
Selama
selaput ketuban masih utuh, janin akan terhindar dari infeksi dan asfiksia.
Cairan amniotic berfungsi sebagai perisai yang melindungi janin dari tekanan
penuh dikarenakan kontraksi. Oleh karena itu perlu dihindarkan amniotomi dini
pada kala I. Biasanya, selaput ketuban akan pecah secara spontan.

a.
Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya
mekonium
b.
Menentukan punctum maksimum DJJ akan
lebih jelas
c.
Mempermudah perekaman pada saat memantau
janin
d.
Mempercepat proses persalinan karena
mempercepat proses pembukaan serviks

a.
Dapat menimbulkan trauma pada kepala
janin yang mengakibatkan kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan
deferensial meningkat.
b.
Dapat menambah kompresi tali pusat
akibat jumlah cairan amniotic berkurang.
Indikasi amniotomi
:
a.
Pembukaan lengkap
b.
Pada kasus solutio plasenta
Apabila
selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka perlu dilakukan
tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat dilakukan
amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka dilakukan persiapan
pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia
dalam rahim atau selama proses persalinan.
Penatalaksanaan amniotomi
:
a.
Membahas prosedur bersama ibu dan
keluarganya dan jawab pertanyaan apapun yang mereka ajukan
b.
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) dan
catat pada partograf.
c.
Cuci kedua tangan.
d.
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril.
e.
Diantara kontraksi lakukan pemeriksaan
dalam dengan hati-hati. Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan
bahwa kepala telah masuk dengan baik (masuk ke dalam panggul) dan bahwa tali
pusat atau bagian-bagian tubuh yang kecil dari bayi bisa dipalpasi, jangan
pecahkan selaput ketuban.
Catatan :
pemeriksaan
dalam yang dilakukan di antara kontraksi seringkali lebih nyaman untuk ibu.
Tapi jika selaput ketuban tidak dapat diraba di antara kontraksi, tunggu sampai
kekuatan kontraksi berikutnya mendorong cairan ketuban dan membuatnya lebih
mudah untuk dipalpasi dan dipecahkan.
f.
Dengan menggunakan tangan yang lain,
tempatkan klem setengah Kocher atau setengah Kelly disinfeksi tingkat tinggi
atau steril dengan lembut ke dalam vagina dan pandu klem dengan jari dari
tangan yang digunakan untuk pemeriksaan hingga mencapai selaput ketuban.
g.
Pegang ujung klem diantara ujung jari
pemeriksaan, gerakkan jari dengan lembut gosokkan klem pada selaput ketuban dan
pecahkan
Catatan :
Seringkali
lebih mudah untuk memecahkan selaput ketuban diantara kontraksi ketika selaput
ketuban tidak tegang, hal ini juga akan mencegah air ketuban menyemprot pada
saat selaput ketuban dipecahkan.
h.
Biarkan air ketuban membasahi jari
tangan yang digunakan untuk pemeriksaan.
i.
Gunakan tangan yang lain untuk mengambil
klem dan menempatkannya ke dalam larutan klorin 0,5 % untuk didekontaminasi.
Biarkan jari tangan pemerikasaan tetap di dalam vagina untuk mengetahui
penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat atau bagian kecil dari
bayi tidak teraba. Setelah memastikan penurunan kepala dan tidak ada tali pusat
bagian-bagian tubuh bayi yang kecil, keluarkan tangan pemeriksa secara lembut
dari dalam vagina.
j.
Evaluasi warna cairan ketuban, periksa
apakah ada mekonium atau darah (lebih banyak dari bercak bercampur darah yabg
normal). Jika mekonium atau darah (lebih banyak dari bercak bercampur darah
yang normal). Jika mekonium atau darah terlihat, lihat table 2-1 untuk
langkah-langkah gawat darurat.
k.
Celupkan tangan yang masih menggunakan
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lalu lepaskan sarung tangan dan
biarkan terendam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
l.
Cuci kedua tangan
m.
Segera periksa ulang DJJ
n.
Catat pada partograf waktu dilakukannya
pemecahan selaput ketuban, warna air ketuban dan DJJ.
I. EPISIOTOMI
Episiotomi
adalah suatu sayatan di dinding belakang vagina agar bukaan lebih lebar
sehingga bayi dapat keluar dengan lebih mudah.
Dapat
dimengerti jika kaum wanita khawatir kalau-kalau sayatan atau robekan akan
memengaruhi vagina dan perineum (kulit antara vagina dan anus) sehingga kelak
hubungan seksual akan menyakitkan, atau area tersebut menjadi jelek, atau tidak
memungkinkan penggunaan tampon. Wanita yang pernah mengalami pelecehan seksual
sering takut jika mendengar penyayatan karena ini mengingatkan pada kerusakan
yang pernah mereka alami. (Kehamilan dan Melahirkan, Mary Nolan, 2003: 127)
Pada
masa yang lalu, tindakan episiotomi dilakukan secara rutin terutama pada
primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin,
mencegah kerusakan pada spinter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya. Namun
hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung manfaat
episiotomi (Enkim, Keirse, Renfew dan Nelson, 1995; Wooley, 1995).
Pada kenyataannya tindakan episiotomi
dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka
perineum bagian posterior, meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan
peningkatan rasa nyeri pada hari-hari pertama post partum.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi
pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini
dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke
dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di
bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian
belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan
demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini
posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi
biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul
ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan episiotomi.
Macam – Macam
Episiotomi :
a. Episotomi
mediana, dikerjakan pada garis tengah
b. Episiotomi
mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani, dan
diperluas ke sisi
c. Episiotomi
lateral, yang sering terjadi perdarahan

tidak menimbulkan perdarahan banyak dan
penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak
berbekas.

dapat menimbulkan ruptura perinei
totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek
pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar
jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi.
(Ilmu Kebidanan, Hanifa Wiknjosastro, 2007: 195)
(Ilmu Kebidanan, Hanifa Wiknjosastro, 2007: 195)
Indikasi Episiotomi
:
1. Gawat
janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan harus segera diakhiri.
2. Persalinan
pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distoksia bahu, akan dilakukan
ekstraksi forcep, ekstraksi vacuum
3. Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
4. Perineum kaku dan pendek
5. Adanya rupture yang membakat pada perineum
6. .
Premature untuk mengurangi tekanan
Penatalaksanaan episiotomi
:
1.
Persiapan
:
a. Peralatan
:
baik steril berisi kasa, gunting
episiotomy, betadin, spuit 10 ml dengan jarum ukuran minimal 22 dan panjang 4
cm, lidokain 1% tanpa epineprin. Bila bila lidokain 1% tidak ada dan tersedia
likokain 2% maka buatlah likokain tadi menjadi 1% dengan cara melarutkan 1
bagian lidokain 2% ditambah 1 bagian cairan garam fisiologis atau air destilasi
steril. Contoh : Larutkan 5 ml lidokain 2% ke dalam 5 ml cairan garam fisiologis
atau air destilasi steril.
b. Pertimbangkan
secara matang tujuan episiotomi.
c. Pertimbangkan
indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi
tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan/atau bayi.
d. Pastikan
bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan
dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Gunakan
teknik aseptik setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril.
f. Jelaskan
pada ibu mengapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan
ibu. Berikan alasan rasional pada ibu.
2.
Prosedur
a. Tunda
tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi
sudah terlihat pada saat kontraksi.
Alasan:Melakukan
episiotomi akan ,nenyebabkan perdarahan; jangan melakukannya terlalu dini.
b. Masukkan
dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak
direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
Alasan:
Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum
sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
c. Gunakan
gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting di tengah
tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan untuk
me-lakukan episiotomi mediolateral (jika anda bukan kidal, episiotomi
mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit).Pastikan untuk
melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan
gunting cukup jauh kearah samping untuk rnenghindari sfingter.
d. Gunting
perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua
guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi sedikit
karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan
penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
e. Gunakan
gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
f. Jika
kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan di
lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi
untuk membantu mengurangi perdarahan.
Alasan: Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
Alasan: Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
g. Kendalikan
kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan episio-tomi.
h. Setelah
bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum
dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi
perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.
Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi resiko penyayatan
atau robekan selama persalinan :
o
Jika dalam posisi berdiri dan tidak
duduk pada tulang ekor ketika mendorong bayi keluar, panggul akan terbuka lebar
dan Anda memberi sebanyak mungkin ruang bagi bayi untuk menemukan jalan keluar
termudah. Semakin mudah bayi keluar, akan semakin kurang tekanan yang diterima
oleh vagina dan perineum
o
Cobalah dan bayangkan vagina membuka
agar bayi bisa lewat dengan mudah, jangan menahan.
o
Ketika bidan mengatakan bahwa kepala
bayi akan keluar pada kontraksi berikutnya, Anda dapat melakukan posisi
merangkak sehingga kepala bayi akan keluar perlahan-lahan dari vagina dan
memungkinkan perineum meregang perlahan-lahan di depan wajah bayi. Kelahiran
yang timbul seperti ini akan sangat baik bagi bayi karena melindungi
pembuluh-pembuluh darah yang lembut di dalam kepalanya dari kemungkinan cidera,
juga sangat baik bagi Ibu, karena mengurangi resiko robeknya perineum
o
Bidan akan meminta agar ibu bernapas
pendek-pendek bukan mengejan, ketika kepala bayi keluar dan ini juga akan
membantu kelahiran yang lembut.(Kehamilan dan Melahirkan, Mary Nolan, 2003:
127)
Menjahit pisiotomi
Tujuan
menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan
tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh,
jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya
infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan
benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai
tujuan pendekatan dan hemostasis.
Keuntungan-keuntungan
teknik penjahitan jelujur:
o
Mudah dipelajari (hanya perlu belajar
satu jenis penjahitan dan satu atau dua jenis simpul)
o
Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit
benang yang digunakan
o
Menggunakan lebih sedikit jahitan
Mempersiapkan
penjahitan :
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga
bokongnya berada di tepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat
penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap
berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan
handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
3. Jika
mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa dilihat dengan
jelas.
4. Gunakan
teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan anestesi
lokal dan menjahit luka
5. Cuci
tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai
sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7. Dengan
menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfeksi
tingkat tinggi untuk penjahitan
8. Duduk
dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan
kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan
perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil
menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa
vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/sayatan
perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau
episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi
robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus
dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu
mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga
dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
11. Ganti
sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12. Berikan
anestesia lokal (kajilah teknik untuk memberikan anestesia lokal di bawah ini).
13. Siapkan
jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan
paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14. Tempatkan
jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum
tersebut.
Dalam penjahitan episiotomi, penting
menggunakan benang yang dapat diserap untuk menutup robekan. Benang
poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut kromik karena kekuatan
regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan komplikasi infeksi dan
kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat digunakan sebagai
alternative, tetapi bukan benang yang ideal. (Manajemen Komplikasi Kehamilan
& Persalinan, Devi Yulianti, 2006:307)
Komplikasi
pada penjahitan episiotomi :
1. Jika
terjadi hematoma, buka dan buat drain hematoma. Jika tidak terdapat tanda-tanda
infeksi dan perdarahan berhenti, tutup kembali episiotomy.
2. Jika
terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat jahitan yang
terinfeksi dan lakukan debridement luka.
3. Jika
infeksi ringan, antibiotic tidak diperlukan.
4. Jika
infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan kombinasi
antibiotic
5. Ampisilin
500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari
6. Ditambah
metronidazol 400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari
7. Jika
infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis nekrotik),
berikan kombinasi antibiotic sampai jaringan nekrotik dibuang dan ibu tidak
demam selama 48 jam
8. Penisilin
G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam.
9. Ditambah
gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam
10. Ditambah
metronidazol 500 mg melalui IV setiap delapan jam.
11. Setelah
ibu tidak demam selama 48 jam, berikan
12. Ampisilin
500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari.
Catatan :
Catatan :
Fasitis
nekrotik memerlukan debridement bedah yang luas. Lakukan penutupan primer
lambat dalam dua sampai empat minggu (bergantung pada penyembuhan
infeksi).(Manajemen Komplikasi Kehamilan & Persalinan, Devi Yulianti,
2006:307
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Asuhan persalinan pada kala II
meliputi perubahan fisiologis pada kala
II, posisi meneran, pemantauan kala II, mekanisme persalinan normal,
menolong persalinan sesuai dengan APN, manufertangan dan langkah – langkah
dalam persalinan. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan Amniotomi dan
Episiotomi sesuai dengan indikasi.
Amniotomi adalah pemecahan selaput ketuban.
Episiotomi adalah suatu sayatan di
dinding belakang vagina agar bukaan lebih lebar sehingga bayi dapat keluar
dengan lebih mudah.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar