ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS
A. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Keberadaan bidan
di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan
janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan
pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya.
Pada tahun 1993
WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996
Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan
jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan
pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara
pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar
dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya
WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian
diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan
dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Dengan adanya
standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik
terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat
diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan
kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari
pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan
untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai
pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan
serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya,
misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang
diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka, ketika audit terhadap pelayanan
kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut akan
ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara lebih spesifik.
Adapun ruang
lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan
sebagai berikut :
1.
Standar Pelayanan Umum
(2 standar)
a.
Standar 1 : Persiapan
untuk Kehidupan Keluarga Sehat
b.
Standar 2 : Pencatatan
dan pelaporan
2.
Standar Pelayanan
Antenatal (6 standar)
a. Standar
3 : Identifikasi Ibu Hamil
b. Standar
4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
c. Standar
5 : Palpasi Abdominal
d. Standar
6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
e. Standar
7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
f. Standar
8 : Persiapan Persalinan
3.
Standar Pertolongan
Persalinan (4 standar)
a. Standar
9 : Asuhan Persalinan Kala I
b. Standar
10 : Persalinan kala II yang Aman
c. Standar
11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
d. Standar
12 : Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi
4.
Standar Pelayanan Nifas
(3 standar)
a. Standar
13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
b. Standar
14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Persalinan
c. Standar
15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
5.
Standar Penanganan
Kegawatdaruratan Obstetri - Neonatal (9 standar)
a. Standar
16 : Penanganan Perdarahan pada Kehamilan trimester III
b. Standar
17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsia
c. Standar
18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet
d. Standar
19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
e. Standar
20 : Penanganan Retensio Plasenta
f. Standar
21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer
g. Standar
22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
h. Standar
23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
i.
Standar 24 : Penanganan
Asfiksia Neonatorum
B.
KODE
ETIK BIDAN
Kode etik
merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal
dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi
yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian kepada
profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman
sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Secara umum
tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat dan
citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta
meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada
tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X,
petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI
tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII
pada tahun 1998.
Secara umum kode
etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban
bidan terhadap klien dan masyarakat.
2. Kewajiban
bidan terhadap tugasnya
3. Kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban
bidan terhadap profesinya.
5. Kewajiban
bidan terhadap diri sendiri.
6. Kewajiban
bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.
7. Penutup.
Beberapa
kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah sebagai berikut
:
1.
Kewajiban bidan terhadap
klien dan masyarakat (6 butir)
a. Setiap
bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap
bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d. Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati
hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e. Setiap
bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan
tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya
secara optimal.
2.
Kewajiban bidan
terhadap tugasnya (3 butir)
a. Setiap
bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b. Setiap
bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam
mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.
c. Setiap
bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan
dengan kepentingan klien.
3.
Kewajiban bidan
terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a. Setiap
bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana
kerja yang serasi.
b. Setiap
bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4.
Kewajiban bidan terhadap
profesinya (3 butir)
a. Setiap
bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan
menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat
b. Setiap
bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap
bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5.
Kewajiban bidan terhadap
diri sendiri (2 butir)
a. Setiap
bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan baik
b. Setiap
bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap
bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
6.
Kewajiban bidan
terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)
a. Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan
pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan
Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
b. Setiap
bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada
pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7.
Penutup (1 butir). Setiap
bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari –hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan kode etik bidan Indonesia.
Sesuai dengan
wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik
merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan
kebidanan profesional.
C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
Standar
asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah
melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan
kebidanan terdiri dari :
a. Standar
I : Metode Asuhan (Falsafah dan Tujuan)
Pengelolaan
pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan pelayanan serta
organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang
efektif da efisien.
Merupakan asuhan
kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh
langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data, penentuan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi
operasional
1. Pengelola
pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosopi pelayanan kebidanan yang
mengacu pada visi, misi dan filosopi masing-masing.
2. Ada
bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan
tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan
unit lain dan disahkan oleh pemimpin.
3. Ada
uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh
pemimpin.
4. Ada
bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan pada
organisasi yang disahkan oleh pimpinan
b. Standar
II : Pengkajian (Administrasi dan Pengelolaan)
Pengumpulan data
mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Pengelolaan
pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan,
prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang kondusif yang
memungkinkan terjadinya peraktik pelayanan kebidanan akurat.
Definisi
operasional :
1. Ada
pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan
tersebut yang disahkan oleh pemimpin.
2. Ada
standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan yang telah
disahkan oleh pimpinan.
3. Ada
prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan
oleh pimpinan.
4. Ada
rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang mengacu pada
institusi induk.
5. Ada
bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi
dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada
naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan
praktik, program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti
administrasi yang meliputi buku registrasi.
c. Standar
III : Diagnosa Kebidanan (Staf dan Pimpinan)
Diagnosa
Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan
analisa data yang telah dikumpulkan.
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki
program pengelolaan sumber daya manusia (SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan
efektif dan efisien.
Definisi operasional
:
1. Ada
program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
2. Mempunyai
jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada
jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang memduduki
tanggung jawab dan kemampuan bidan.
4. Ada
seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi
minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan hadir.
5. Ada
data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
d. Standar
IV : Rencana Asuhan (Fasilitas dan Peralatan)
Rencana asuhan
kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Tersedia sarana
dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai
dengan tugasnya dan fungsi institusi pelayanan
Definisi operasional
:
1. Tersedia
peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidan dalam
perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana.
2. Ada
buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitasn barang.
3. Ada
pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
4.
Ada prosedur permintaan
dan penghapusan alat.
e. Standar
V : Tindakan (Kebijaksanaan dan Prosedur)
Tindakan
kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Pengelola
peayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan
pembinaaan pegawai menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi
operasional :
1. Ada
kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang
disaahkan oleh pimpinan.
2. Ada
prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan kewajiban
personalia.
3. Ada
personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain.
4. Ada
prosedur pembinaan pegawai.
f. Standar
VI : Partisipasi klien (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan)
Tindakan
kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka
peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Pengelola
pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan
pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi
operasional :
1. Ada
progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2. Ada
program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar
dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
3. Ada
data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
g. Standar
VII : Pengawasan (Standar Asuhan)
Monitoring atau
pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.
Pengelola
pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan
sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kepada pasien.
Definisi operasional
:
1. Ada
standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan
kebidanan
2. Ada
format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik.
3. Ada
pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada
diagnosis kebidanan.
5. Ada
rencana asuhan kebidanan
6. Ada
dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan.
7. Ada
evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan.
8. Ada
dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
9. Ada
program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar
dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
h. Standar
VIII : Evaluasi (Evaluasi dan Pengendalian Mutu)
Evaluasi asuhan
kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan
yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Pengelolaan
pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan evaluasi dan pengendalian
mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi
operasional :
1. Ada
program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan
2. Ada
program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap standar
pelayanan kebidanan
3. Ada
bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/pengendalian mutu
asuhan dan pelayanan kebidanan.
4. Ada
bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak
lanjut.
5. Ada
laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf
pelayanan kebidanan.
i.
Standar IX :
Dokumentasi
Asuhan kebidanan
didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang
diberikan.
D. REGISTRASI
PRAKTIK
BIDAN
Bidan
merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh
International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya,
seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek
.
Praktek
pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang
memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan
memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya
regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan
melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan
praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.
Setelah
bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan
dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan
kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.
Dalam
hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik
bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
(Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses
pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan
memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.
Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.
Bidan
yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan
mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah
menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
a. Fotokopi
ijazah bidan.
b. Fotokopi
transkrip nilai akademik.
c. Surat
keterangan sehat dari dokter.
d. Pas
foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan
yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus
memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
a. Fotokopi
SIB yang masih berlaku.
b. Fotokopi
ijazah bidan.
c. Surat
persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai
negeri atau pegawai pada sarana kesehatan
d. Surat
keterangan sehat dari dokter.
e. Rekomendasi
dari organisasi profesi.
f. Pas
foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa
berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
E. KEWENANGAN
BIDAN
DI
KOMUNITAS
Bidan
dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi
dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat, yang meliputi :
a. Pengetahuan
dasar
a) Konsep
dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
b) Masalah
kebidanan komunitas.
c) Pendekatan
asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat.
d) Strategi
pelayanan kebidanan komunitas.
e) Upaya
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan
masyarakat.
f) Faktor
– faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
g) Sistem
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
b. Pengetahuan
tambahan
a) Kepemimpinan
untuk semua (Kesuma)
b) Pemasaran
sosial
c) Peran
serta masyarakat
d) Audit
maternal perinatal
e) Perilaku
kesehatan masyarakat
f) Program
– program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother Hood
dan Gerakan Sayang Ibu).
g) Paradigma
sehat tahun 2010.
c. Keterampilan
dasar
a) Melakukan
pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di
masyarakat.
b) Mengidentifikasi
status kesehatan ibu dan anak.
c) Melakukan
pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
d) Melaksanakan
penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya
kesehatan ibu dan anak.
e) Melaksanakan
penyuluhan dan konseling kesehatan.
f) Melakukan
pencatatan dan pelaporan
d. Keterampilan
tambahan
a) Melakukan
pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
b) Melaksanakan
pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
c) Mengelola
dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.
d) Menggunakan
tehnologi tepat guna.
Wewenang
bidan dalam memberi pelayanan di komunitas :
1. Meliputi
pelayanan kepada wanita, pada masa pernikahan termasuk remaja putri, prahamil,
kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui.
2. Pelayanan
kesehatan pada anak, yaitu pada masa bayi, balita,dan anak prasekolah meliputi
hal-hal berikut :
a. Pemberian
obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan.
b. Pemeriksaan
dan perawatan bayi baru lahir.
c. Penyuluhan
kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif
d. Pemantauan
tentang balita.
3. Beberapa
tindakan yang termasuk dalam kewenangn bidan antara lain sebagai berikut :
a. Memberi
imunisasi pada wanita usia subur termasuk remaja putrid, calon pengantin dan
bayi
b. Memberi
suntikan pada penyulit kehamilan, meliputi oktitosin sebagai pertolongan
pertama sebelum dirujuk.
c. Melakukan
tindakan amniotomi pada kala aktif dengan letak belakang kepala dan diyakini
bayi dapat lahir per vagina.
d. KBI
dan KBE untuk menyelamatkan jiwa ibu.
e. Ekstraksi
vakum pada bayi denagan kepala didasar panggul.
f. Mencegah
hipotermia pada bayi baru lahir
g. Resusitasi
pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
4. Memberi
pelayanan KB
5. Pemberian
surat keterangan kelahiran dan kematian
6. Kewajiban
bidan dalam menjalankan kewenanganannya , seperti:
a. Meminta
persetujuan yang akan dilakukan
b. Memberi
informasi
c. Melakukan
rekam medis
7. Pemberian
uterotonika saat melakukan pertolongan persalinan
8. Pelayanan
dan pengobatan kelainan ginekologi ringan
9. Penyediaan
dan penyerahan obat-obatan
a.
Bidan menyediakan obat
maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan
b.
Bidan diperkenankan
menyerahkan obat kepada pasien sepanjang untuk keperluan darurat
Referensi
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI.
Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul
Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa
Siaga. Depkes. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku 1:
Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta:
DepartemenKesehatan
DepartemenKesehatan
Musbir, Wastidar. 2003. Etika dan Kode
Etik kebidanan. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Bidan Indonesia
Ikatan Bidan Indonesia
Sofyan, Mustika. 2003. 50 Tahun IBI:
Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan
Komunitas. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar