bab i
pendahuluan
A. Latar
Belakang
Kelompok usia remaja merupakan sumber daya manusia yang
paling potensial sebagai tunas bangsa dan penentu masa depan bangsa. Karena itu
kelompok remaja perlu mendapatkan penanganan dan perhatian serius untuk
dipersiapkan menjadi manusia yang berguna serta berkembang baik dan benar,
meningkatkan kualitas serta kemampuannya sehingga hasil kerjanya akan maksimal.
Banyaknya remaja yang menunjukkan perilaku positif dengan prestasi gemilang
dari berbagai bidang, namun tidak sedikit pula remaja di kalangan pelajar yang
berperilaku mengarah pada hal-hal yang negatif, mulai dari tawuran, merokok,
penggunaan narkoba, bahkan sampai perilaku seksual bebas yang berakibat
terjadinya kehamilan yang tak diinginkan, adanya tindakan aborsi, serta resiko
terkena penyakit HIV/ AIDS atau penyakit menular seksual lainnya.
Oleh karena itu kalngan remaja digolongkan sebagai kelompok
risiko tinggi dan rawan terhadap bahaya penularan penyakit khususnya penyakit
menular seksual (PMS), dan cenderung semakin permisifnya hubungan pergaulan
antara remaja laki-laki dan perempuan. Pada masa remaja mengalami proses
perkembangan dan pertumbuhan dengan perubahan-perubahan yang snagat dramatis, baik secara fisik,
psikis, maupun sosial yang sifatnya individual. Perubahan tersebut akan
berjalan demikian pesatnya seiring dengan perubahan emosi, pola pikir, sikap
dan perilaku serta timbulnya minat remaja terhadap seks ditandai mulai tertarik
kepada lawan jenis masing-masing. Demikian halnya keingintahuan remaja tentang
seks semakin besar didorong oleh kondisi lingkungan mulai multi faktorial yang
kesemuanya memerlukan penyikapan yang benar agar siap menerima perubahan serta
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Meningkatnya minat seksual remaja mendorong bagi remaja itu
sendiri untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk, terlepas
benar tidaknya informasi tersebut. Sumber informasi dapat diperoleh dengan
bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudahnya
membuka situs-situs lewat internet, namun ironisnya sangat sedikit remaja
memperoleh pendidikan seksual dari guru ataupun orang tua sehingga tidak jarang
remaja melangkah sampai tahap percobaan.
Iskandar (1997) yang dikutip dalam berita berkala Jender dan
Kesehatan (2000) menyatakan bahwa pengaruh informasi global (paparan media
audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk
mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman
alcohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar remaja
dan tawuran.
Dampak keterbukaan informasi dalam era globalisasi baik
melalui media cetak maupun elektronika yang semakin canggih dan dengan mudahnya
ikut menggeser nilai-nilai budaya, moral dan agama. Menyebabkan munculnya
permasalah pada kelompok remaja yang sangat beragam, dan belum semuanya
mendapat respon dengan baik sehingga permasalah tersebut belum terselesaikan
dan justru berimplikasi pada tindakan-tindakan yang salah.
Dalam kondisi seperti ini masa remaja merupakan area blankspot
tentang dunia kesehatan yang berarti remaja masih belum memahami atau masih
kosong mengenai nilai-nilai kesehatan, sehingga hal ini memerlukan perlakuan
baik secara teknis, medis maupun metode pelayanannya. Dengan demikian problem
sekitar kesehatan reproduksi serta perkembangan kesehatan seksual remaja
benar-benar dapat berjalan dan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman,
tanpa mengabaikan nilai-nilai budaya maupun norma-norma agama.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku
seksual remaja mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas,
penelitian lain tentang perilaku seksual remaja di empat kota
menunjukkan bahwa 3,6% (Medan), 8,5%
(Yogyakarta), 3,4 (Surabaya),
dan 31,1% (Kupang) remaja telah terlibat hubungan seks secara aktif. Juga dari
sumber yang sama diperoleh hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Pusat
Pe3nelitian Kependudukan UGM menemukan bahwa 33,5% dari responden laki-laki di
kota Bali pernah berhubungan seks, sedang di desa 23,6% serta Yogyakarta kota
15,5% dan di desa sebanyak 0,5% (Buletin Embrio, 2000).
Dengan demikian seiring perkembangan jaman yang semakin pesat
juga akan mempengaruhi perilaku seksual remaja sebagai indicator-indikator yang
timbul dan termanifestasi secara bertahap, mulai dari timbulnya rasa
ketertarikan kemudian diikuti oleh kencan, bercumbu, berpelukan, berciuman, necking,
petting sampai pada hubungan seksual baik kepada pasangan sendiri maupun kepada
banyak orang, dianggap bukan hal yang tabu lagi dan bahkan sebagian remaja
(12,2%) setuju dengan free sex (Buletin Embrio, 2000).
Berdasarkan fenomena di atas maka ebrbagai problem kesehatan
maupun sosial yang berdampak bagi remaja maupun bagi lingkungannya akibat dari
perilaku seksualnya. Hal ini dapat dilihat adanya kasus-kasus kehamilan yang
tidak diinginkan akibat hubungan seksual di luar nikah semakin meningkat dari
tahun ketahun dan bahkan berlanjut sampai pada pengguguran kandungan (abortus).
Dampak yang lain dari perilaku seskual remaja dapat terlihat kasus HIV/ AIDS
dari tahun 1987 sampai dengan Februari 1997 di Indonesia terdapat 124 kasus
terinfeksi AIDS dan 393 kasus positif HIV, jumlah ini terus meningkat dari
tahun ke tahun dan diantaranya mengenai kelompok remaja usia 15-19 tahun dengan
3 kasus terinfeksi AIDS dan 23 kasus positif HIV.
Hasil penelitian PKBI DIY di beberapa kota yaitu Medan,
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan Manado, bahwa angka kehamilan sebelum
menikah pada remaja dan mencari pertolongan abortus terus meningkat. Juga
perkiranaan oleh sebuah harian menunjukkan bahwa setiap tahun ada 1 juta wanita
Indonesia melakukan pengguguran kehamilan dan 50% berstatus belum menikah serta
10-15% diantaranya adalah remaja (Buletin Embrio, 2000).
B. Rumusan
Masalah
Remaja merupakan kelompok usia masa yang kritis, karena pada
usia tersebut secara biologis berada pada kondisi seksual produktif aktif,
sementara belum memungkinkan remaja untuk menikah, selain masih dalam tahap
pendidikan juga belum siapnya dari segi psikologis maupun ekonomis. Agar remaja
tidak jatuh dalam perilaku seksual bebas maka perlu mendapat perhatian serius
salah satu diantaranya adalah pendidikan seksual remaja dan kesehatan
reproduksi. Selama ini problem remaja banyak terlupakan karena usaha
penanggulangan dan pencegahan PMS akibat dari seksual bebas lebih banyak
ditujukan kepada kelompok resikot tinggi lainnya, seperti pada pekerja seks dan
kaum homo seksual. Oleh karena itu kelompok remaja perlu mendapatkan informasi
atau pengetahuan kesehatan khususnya mengenai reproduksi dan permasalahannya,
sehingga perilaku seksual bebas dapat terkendali dan kelompok remaja menjadi
generasi mua bangsa yang sehat dan berkualitas.
Berdasarkan fenomena diatas dan melihat begitu pentingnya
kesehatan remaja maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
“Apakah ada pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi tehradap
peningkatan pengetahuan remaja tentang seksual bebas”.
C. Tujuan
Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui
pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan rejama tentang
kesehatan reproduksi dan seksualitas bebas dan dampaknya terhadap kesehatan.
2. Mengetahui
sejauh mana tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksual
bebas.
D. Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat
memberi manfaat yaitu :
1.
Pentingnya penyuluhan kesehatan reproduksi dan dampak
perilaku seksual bebas pada remaja
2.
Mencegah semakin berkembangnya perilaku seksual bebas
di kalangan remaja.
3.
Untuk dijadikan dasar dalam menyusun program penyuluhan
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang tepat bagi remaja
E. Keaslihan
Penelitian
Hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini
adalah :
1.
Faturochman (1990) dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel secara Purposive,
tentang sikap dan perilaku seksual remaja di Bali.
Dari penelitian terhadap 327 responden remaja yang terdiri dari 151 laki-laki
dan 176 wanita, dengan rata-rata usia 17,36 tahun dan sebagian besar (78,6%)
masih sekolah. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa 87,5% telah
melakukan hubungan seks sebelum nikah tanpa menggunakan alat kontrasepsi,
separuh diantaranya masih aktif melakukan hubungan seks. Namun pengakuan
responden tidak ada yang melakukan dengan pasangan yang berbeda-beda, tetapi satu diantaranya
pernah terkena penyakit kelamin. Demikian pula dua diantara empat remaja putri
yang pernah berhubungan seks terjadi kehamilan.
2.
Nasrul (1998) dengan metode kualitatif tentang
pengetahuan dan sikap siswa SMUN 5 Palu tentang PMS. Hasil penelitian
menunjukkan gambaran bahwa pengetahuan responden mengenai pengertian, penyebab,
cara penularan, dan pencegahan penyakit menular seksual, khususnya gonore dan
sifilis belum sesuai dengan yang semestinya. Lain halnya pengetahuan responden
tentang penyakit AIDS pada umumnya sudah sesuai dengan sebagaimana mestinya,
hal ini karena perhatian difouskan pad apenyakit AIDS baik pada pelajaran
Penjaskes (Pendidikan Jasmani dan Kesehatan) di sekolah atau penyuluhan dari
luar.
3. Rogi
(1998) dengan metode survei analisis tentang hubungan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, kecemasan terhadap kehamilan dan pemakaian kontrasepsi
pad aremaja wanita yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Dari hasil
analisis data penelitian tehradap 30 subjek remaja wanita yang telah melakukan
hubungan seksual sebelum menikah, dengan lokasi penelitian di Jakarta
(20 subjek) dan Yogyakarta (10 subjek),
membuktikan bahwa hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kecemasan
terhadap kehamilan dengan pemakaian kontrasepsi. Artinya, pemakaian kontrasepsi
pada remaja wanita yang telah melakukan hubungan seksual tidak berhubungan
dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kecemasan terhadap
kehamilan. Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan
antara kesehatan reproduksi dan kecemasan terhadap kehamilan dengan tingkat
pengetahuan remaja.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ingin mengetahui
apakah dengan penyuluhan kesehatan reproduksi dan bahaya seks bebas berpengaruh
secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi dan seks bebas serta dampaknya terhadap kesehatan.
bab ii
tinjauan pustaka
A.
Tinjauan Umum Tentang Penyuluhan Kesehatan dan
Pengetahuan
1.
Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi individu, keluarga, dan masyarakat
untuk menerapkan cara-cara hidup sehat (Depkes RI PKM, 1995).
Penyuluhan kesehatan telah dilaksanakan sejak Pembangunan
Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) dengan mengembangkan kegiatan penyuluhan yang
meliputi 3 komponen berupa : penyebarluasan informasi keseahtan, pengembangan
potensi masyarakat dan pengembangan petugas kesehatan. Kegiatan ini merupakan
bagian terpadu dari program kesehatan yang perlu mendapat penanganan secara
professional dengan keahlian khusus, bukan sekedar kegiatan tambahan bagi
petugas kesehatan yang seringkali terabaikan dalam pelaksanaannya.
Dengan penyuluhan kesehatan yang diselenggarakan guna
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
hidup sehat, sehingga diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, khususnya
kalangan remaja melalui desiminasi informasi yang pada akhirnya terjadi
perubahan perilaku negatif atau tidak sehat menjadi perilaku sehat, sebagaimana
termuat dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, bahwa : “Setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal dan
setiap orang berkewajiban untuk ikut serta memelihara”. Demikian pula hasil
kesepakatan WHO di Alma Ata, bahwa penyuluhan kesehatan dianggap sebagai inti
dari pelayanan kesehatan dasar yang pada gilirannya merupakan himpunan upaya
pokok mencapai “Kemandirian Masyarkaat Dalam Bidang Kesehatan”.
Maka dengan penyuluhan kesehatan diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya kalangan remaja melalui
desiminasi informasi, sehingga akan terjadi perubahan dari perilaku negatif
atau tidak sehat menjadi perilaku sehat. Karena kecenderungan perilaku remaja
yang menjadi tantangan dalam era globalisasi adalah semakin maraknya perilaku
remaja yang maladaptif, hal ini dapat terlihat dengan makin meningkatnya kasus
aborsi, kehamilan tidak diinginkan, termasuk konsumsi merokok dikalangan remaja
serta pengguna Narkotik Alkohol dan Zat Adiktif (NAZA), bahkan tak kalah
menarik perhatian dari pemerintah, pendidik, pejabat lainnya, orang tua dan
masyarakat adalah kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual bebas, yang
juga meningkat dan memberi peluang besar tertularnya PMS, menyebabkan angka PMS
maupun HIV/ AIDS dikalangan remaja dari tahun ke tahun ikut mengalami
peningkatan.
Perilaku yang tidak sehat inilah sedang merambah dan mewabah
di kalangan remaja sebagai asumsi dalam menemukan identitas atau jati diri,
sehingga tidak dikucilkan oleh rekan-rekannya dengan mengadopsi budaya modern
yang salah, namun dianggap sesuatu sedang trend dewasa ini. Hal tersebut
merupakan bagian dari potret kehidupan remaja.
Oleh karena itu secara operasional penyuluhan kesehatan
masyarakat meliputi 3 (tiga) dimensi yaitu :
a.
Sasaran penyuluhan yaitu individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat
b. Tempat
penyuluhan yaitu rumah, sekolah, institusi kesehatan maupun non kesehatan
lainnya termasuk tempat-tempat kerja
c.
Tingkat pelayanan yang mencakup upaya-upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif),
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Depkes RI PKM, 195).
Penyuluhan kesehatan yang ditujukan kepada kelompok remaja
sebagai salah satu sasaran yang beresiko tinggi menjadi sakit untuk tertular
penyakit HIV/ AIDS atau penyakit menular seksual lainnya. Oleh karena kecenderungan
remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah, yang pada kebanyakan kasus
tidak didasari pengetahuan atas dampak yang mungkin akan timbul seperti
kehamilan tidak diinginkan (KTD), dilakukannya tindakan aborsi, terkena
penyakit-penyakit lain yang dapat timbul akibat perilaku seksual bebas
tersebut.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Suriasumantri (1999), bahwa pengetahuan merupakan
khasanah kekayaan mental yan secara langsung atau tidak langsung turut
memperkaya kehidupan kita, oleh karena pengetahuan merupakan sumber jawaban
bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Setiap jenis pengetahuan
mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai “apa” (ontology), “bagaimana”
(epistemology”, dan “untuk apa” (Aksiologi).
Pengetahuan atau kognitif banyak berhubungan dengan informasi
dan pengetahuan (knowledge) sebagai domain penting dalam terbentuknya tindakan
seseorang. Untuk pengukuran suatu pengetahuan salah satu teknik yang dilakukan
adalah pengisian angket, memuat isi materi yang ingin diukur dari subvyek
penelitian atau responden. Tingkat kedalaman pengetahuan yang ingin diukur
disesuaikan dengan tingkatan domain kognitif.
Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif
a.
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memhamai
(Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut dengan benar.
c.
Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.
d. Analisis
(Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.
Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek, yang penilaiannya berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 1993).
referensi dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar